QIRO’AH AS-SAB’AH
Makalah ini dususun untuk memenuhi tugas Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Ade Lailatul Q.
(2011.86.01.0033)
(2011.86.01.0033)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN
TAHUN AJARAN 2011-2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Al-Qur’anul Karim adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukjizatnya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Yang diturunkan Alloh kepada Rasulullah s.a.w. untuk mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta membimbing mereka ke jalan yang lurus. Disamping itu Al-Qur'an diturunkan oleh Allah SWT. dalam bahasa Arab yang sangat tinggi susunan bahasanya dan keindahan balaghahnya.
Bangsa arab sejak dahulu mempunyai lahjah (dialek) yang beragam antara satu kabilah dan kabilah yang lain, baik dari segi intonasi, bunyi maupun hurufnya, namun bahasa quraisy mempunyai kelebihan dan keistimewaan tersendiri, ia lebih tinggi daripada bahasa dan dialek yang lain. Oleh karena itu, wajarlah apabila Al-Qur'an pertama diturunkan adalah dalam bahasa quraisy kepada seoarang Rasul yang quraisy pula. Dengan kata lain bahasa quraisy dalam Al-Qur'an lebih dominan diantara bahasa-bahasa arab lainnya, antara lain karena orang quraisy berdampingan dengan Baitullah, menjadi pengabdi dalam urusan haji dan tempat persinggahan dalam perniagaan dan lain-lain.
Apabila diantara pijakannya perbedaan dan keragaman dialek-dialek bahasa arab tersebut, maka Al-Qur'an yang diwahyukan Allah SWT. kepada Rasulullah Muhammad SAW. akan menjadi sempurna kemukjizatannya apabila ia dapat menampung berbagai dialek dan macam-macam cara membaca Al-Qur'an sehingga mudah dibaca, dihafal serta difahami.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah pengertian qiro’at sab’ah?
1.2.2 Bagaimanakah sejarah dan perkembangan ilmu qiro’at?
1.2.3 Ada berapakah macam-macam Al-Qur’an, hokum dan kaidahnya?
1.2.4 Siapa sajakah qori’ tujuh yang masyhur?
1.2.5 Apakah hikmah perbedaan dalam qiro’ah sab’ah?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian qiro’at sab’ah
1.3.2 Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan ilmu qiro’at
1.3.3 Untuk mengetahui macam-macam al-qur’an, hokum dan kaidahnya
1.3.4 Untuk mengetahui qori’ tujuh yang masyhur
1.3.5 Untuk mengetahui hikmah perbedaan dalam qiro’ah sab’ah
BAB II
PENDAHULUAN
2.1 Pengertian Qiro’at
Qiro’at adalah jamak dari quro’ah, yang artinya bacaan. Dan merupakan mashdar dari qoro’ah. Menurut istilah ilmiah, qiro’at adalah salah satu madzhab (aliran) dalam membaca al-qur’an yang masing-masing mempunyai perbedaan dalam pengucapan ayat-ayat al-qur’anul karim tetapi semuanya bersandar pada sanad-sanad yang sampai pada Rosululloh saw.
Qiro’at sab’ah atau qiro’at tujuh adalah macam cara membaca al-qur’an yang berbeda. Disebut qiro’at tujuh karena ada tujuh imam qiro’at yang terkenal masyhur yang masing-masing memiliki langgam bacaan tersendiri. Tiap imam qiro’at memiliki dua orang murid yang bertindak sebagai perawi. Tiap perawi tersebut juga memiliki perbedaan dalam cara membaca qur’an. Sehingga ada empat belas cara membaca al-qur’an yang masyhur.
Perbedaan cara membaca itu sama sekali bukan dibuat-buat, baik dibuat oleh imam qiro’at maupun oleh perawinya. Cara membaca tersebut merupakan ajaran Rasulullah dan memang seperti itulah Al-Qur’an diturunkan. Adapun landasannya terdapat pada dua hadits berikut.
Jibril membacakan (Al-Qur’an) kepadaku dengan satu huruf. Kemudian berulang kali aku meminta agar huruf itu ditambah, dan ia pun menambahnya kepadaku sampai dengan tujuh huruf. [HR Bukhari – Muslim]
Umumnya para pembaca Al-Quran dari Mesir yang membawa seni baca Al-Quran ke negeri kita. Mereka mengajarkan berbagai macam lagu dan memberikan beragam variasinya serta membuat harmoni yang khas. Seni seperti itulah yang seringkali diperlombakan di even musabaqah tilawatil quran . Meski bukan satu-satunya jenis perlombaan, tetapi biasanya yang paling mencuat memang masalah seni membaca.
Sedangkan bacaan qiraat sab’ah justru merupakan cabang ilmu Al-Quran yang bersifat syar’i. Bahkan dalam banyak hal, perbedaan qiraat ini pun berpengaruh kepada perbedaan makna dan kesimpulan hukum. Sedangkan seni baca Al-Quran, sama sekali di luar hal ini. Sebab tujuannya adalah menyuguhkan bacaan Al-Quran seindah mungkin.
2.2 Sejarah dan Perkembangan Ilmu Qiro’at
Para sahabat mempelajari cara pengucapan Al-Quran langsung dari Rasulullah SAW, bahkan beberapa dari sahabat 'secara resmi' direkomendasikan oleh Rasulullah SAW sebagai rujukan sahabat lainnya dalam pengucapan Al-Quran.
v Dari Abdullah bin Amr bin Ash, Rasulullah SAW bersabda : " Ambillah (belajarlah) Al-Quran dari empat orang : Abdullah bin Mas'ud, Salim, Muadz, dan Ubai bin Ka'b " (HR Bukhori)
v Rasulullah SAW juga bersabda : " Barang siapa yang ingin membaca Al-Quran benar-benar sebagaimana ia diturunkan, maka hendaklah membacanya seperti bacaan Ibnu Ummi Abd (Abdullah bin Mas'ud)
Adz-Dzahabi menyebutkan di dalam thobaqot Al-Qurro’, sahabat yang terkenal sebagai guru dan ahli qiro’at ada tujuh orang. Diantara sahabat yang populer dengan bacaannya adalah: Utsman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Ubay bin Ka'b, Zaid bin Tsabit, Abu Darda, Ibnu Mas'ud, dan Abu Musa al-Asy'ary. Dari mereka inilah kebanyakan para sahabat dan tabi'in di seluruh daerah belajar. Kemudian para tabi'in tersebut menyebar di kota-kota besar pemerintahan Islam,
Diantaranya adalah :
a) Madinah : Ibnu Musayyib, Urwah, Salim, dan Umar bin Abdil Aziz, sulaiman ben yasar, atho’ bin yasar, mu’adz bin hasits, yang terkenal dengan Mu’adz al-qori’, abdurrohman bin hurmuz al-a’roj, ibnu syihab az-zuhri, muslim bin jundub, dan zaid bin aslam.
b) Mekah : Ubaid bin Umair, Atho' bin Abi Robah, Thowus, Mujahid, Ikrimah, dan ibnu abi mulaikah.
c) Kufah : alqamah, al-aswad, masruq, ubaidah, amr bin syurahbil, al-harits bin qais, amr bin maimun, abu abdirrohman as-sulaiman, said bin jubair, an-nakha’I, dan asy-sya’bi.
d) Bashroh : abu aliyah, abu roja', qotadah, ibnu siirin, al-hasan, yahya bin ya’mar, dan nashr bin ashim.
e) Syam : al-mughiroh bin abi syihab, al-makhzumi (murid utsman) dan kholifah bin sa’ad (murid abu darda’).
Kemudian pada masa tabi'in awal abad 1 Hijriyah, sejumlah mulai bersungguh-sungguh menata tata baca dan pengucapan al-Quran hingga menjadi ilmu tersendiri sebagaimana ilmu-ilmu syariah lainnya. Kemudian muncul pula madrasah-madrasah qiro'ah yang mempelajai ilmu tersebut, yang akhirnya memunculkan keberadaan para qurro', yang hingga hari ini qiroat qur'an banyak disandarkan kepada mereka, khususnya imam qurro yang tujuh.
Para ahli qora’at yang ada di Madinah; ialah Abu Ja’far Yazid bin Al-Qa’qa’ dan Nafi’ bin Abdirrohman. Di Mekkah; Abdulloh bin Katsir, dan Humaid bin Qais Al-a’raj. Di Kufah; Ashim bin abi An-Najud, Sulaiman Al-A’masy, kemudian Hamzah dan Al-Kisa’i. di Bashroh yaitu Abdulloh bin abi Ishaq, Isa bin Amr, Abu Amru Ala’, ashim al-jahdari, dan ya’qub al-hadhrami. Adapun di Syam yaitu abdulloh bi9n amir, ismail bin abdillah bin muhajir, kemudian yahya bin harits dan syuraih bin yazid al-hadhrami.
2.3 Macam-macam Qiro’at Al-Qur’an, Hukum dan Kaidahnya
Sebagian ulama’ menyebutkan bahwa qiro’at itu ada yang mutawattir, ahad, dan syadz. Menurut mereka, qiro’at yang mutawattir adalah qiro’at yang tujuh. Sebenarnya imam atau guru qiro’at itu jumlahnya banyak, hanya saja sekarang yang popular adalah tujuh orang.qiroat tujuh orang imam ini adalah qiro’at yang shohih dan memenuhi syarat-syarat disebut qiro’at yang shohih. Syarat tersebut antara lain :
1) Kesesuaian qiro’at tersebut dengan kaidah bahasa Arab sekalipun dalam satu segi, baik fasih maupun lebih fasih. Sebab qiro’at adalah sunnah yang harus diikuti, diterima apa adanya dan menjadi rujukan dengan berdasarkan pada isnad, bukan pada rasio.
2) Qiro’at sesuai dengan salah satu mushaf Utsmani, meskipun hanya sekedar mendekati saja. Sebab, dalam penulisan mushaf-mushaf itu para sahabat telah bersungguh-sungguh dalam membuat rasm yang sesuai dengan bermacam-macam dialeg qiro’at yang mereka ketahui. Yang dimaksud sesuai walau hanya sekedar mendekati saja (muwafaqoh ihtimaliyah). Misalnya ‘maliki yaumu ad-din’ (Al-Fatihah:4). Lafadz مالك, dituliskan dalam semua mushaf dengan membuan alif, sehingga dibaca ملك, sesuai dengan rasm dan dibaca pula مالك sesuai dengan rasm walaupun bersifat kemungkinan. Demikian pula contoh-contoh lainnya.
3) Qiro’at itu isnadnya harus shohih, sebab qiro’at merupakan sunnah yang diikuti yang didasarkan pada penukilan dan keshahihan riwayat. Seringkali ahli Bahasa Arab mengingkari sesuatu qiro’at hanya karma qiro’at itu dianggap menyimpang dari aturan ataulemah menurut kaidah bahasa, namun demikian paraimam qiro’at bertanggung jawab atas pengingkaran mereka itu.
Itulah beberapa patokan qiro’at yang shahih. Apabila ketiga syarat ini telah terpenuhi. Maka qiro’at tersebut adalah qiro’at yang shahih. Dan bila salah satu syarat atau lebih tidak terpenuhi, maka qiro’at itu dinamakan qiro’at yang lemah, syadz atau batil.
Sebagian ulama menyimpulkan macam-macam qiro’at menjadi enam macam:
1) Mutawattir, yaitu qiro’at yang dinukil oleh sejumlah besar perawi yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, sanadnya menyabung hingga penghabisannya, yakni Rosululloh saw. Inilah yang umumnya dalam hal qiro’at.
2) Masyhur, yaitu qiro’at yang sanadnyashahih, tetapi tidak mencapai derajat mutawattir, sesuai dengan kaidah bahasa arab, rasm utsmani, dan juga terkenal di kalangan para ahli qiro’at sehingga karenanya tidak dikategorikan qiro’at yang salah atau syadz. Para ulama menyebutkan bahwa qiro’at macam ini termasuk qiro’at yang dapat dipaki atau digunakan.
3) Ahad, yaitu qiro’at yang sanadnya shahih, tetapi menyalahi rasm utsmani, menyalahi kaidah bahasa arab atau tidak terkenal seperti halnya qiro’at masyhur yang telah disebutkan. Qiro’at macam ini tidak termasuk qiro’at yang dapat diamalkan bacaannya. Diantara contohnya ialah seperti yang diriwayatkan dari Abu Bakrah, bahwa nabi membaca مُتَّكِئِينَ عَلَى رَفْرَفٍ خُضْرٍ وَعَبْقَرِيٍّ حِسَانٍ (Ar-Rahman:76). Juga yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa dia membaca لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ (At-Taubah:128), dengan memfathahkan huruf fa’.
4) Syadz, yaitu qiro’at yang tidak shahih sanadnya, seperti qiro’at ملك يوم الدين (Al-Fatihah: 4), denagn bentuk fiil madhi dan menashobkan يوم .
5) Maudlu’, yaitu qiro’at yang tidak ada asalnya.
6) Mudarroj, yaitu yang ditambahkan ke dalam qiro’at sebagi penafsiran, seperti qiro’at Ibnu Abbas: ليس عليكم جناح آن تبتغوا فضلا من ربكم فى مواسم الحج فاءدا آفضتم من عرفات (al-Baqoroh: 198), kalimat فى مواسم, adalah penafsiran yang disisipkan oleh Ibnu Abbas ke dalam ayat.
Keempat macam contoh terakhir ini tidak boleh diamalkan bacaannya.
Menurut jumhur ulama, qiro’at yang tujuh itu mutawattir. Dan yang tidak mutawatir, seperti masyhur, tidak boleh dibaca di dalam maupun di luar sholat.
2.4 Qori’ Tujuh yang Masyhur
Ada tujuh orang imam qiro’at yang telah disepakati.tetapi di samping itu para ulama memilih pula tiga orang imam qiro’at yang qiro’atnya dipandang shahih dan mutawatir. Mereka adalah Abu Ja’far Yazid bin Al-Qa’qa’ Al-Madani, Ya’qub bin Ishaq Al-Hadhrami dan Khalaf bin Hisyam. Mereka itulah yang terkenal dengan imam qiro’at ‘asyrah (qiro’at sepuluh) yang diakui. Qiro’at diluar sepuluh ini dipandang cacat (syadz), seperti qiro’at Al-Yazidi, Al-Hasan, Al-A’masy, Ibnu Az-Zubair, dan lain-lain.
Para Qari yang hafal Al-Qur'an dan terkenal dengan hafalan serta ketelitiannya, dan menyampaikan qira'at kepada kita sesuai dengan yang mereka terima dari sahabat Rasulullah SAW. Qira'at yang mutawatir semuanya kita kutip dari para qari yang hafal Al-Qur'an dan terkenal dengan hafalan serta ketelitiannya.
Mereka ialah imam-imam qira'at yang masyhur yang meyampaikan qira'at kepada kita sesuai dengan yang mereka terima dari sahabat Rasulullah SAW. Mereka memiliki keutamaan ilmu dan pengajaran tentang kitabullah Al-Qur'an sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Sebaik-baiknya orang diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya".
Berikut sekilas tentang profil mereka :
1) Ibnu 'Amir (118 H)
Nama lengkapnya adalah Abdullah al-Yahshshuby seorang qadhi di Damaskus pada masa pemerintahan Walid ibnu Abdul Malik. Pannggilannya adalah Abu Imran. Dia adalah seorang tabi'in, belajar qira'at dari Al-Mughirah ibnu Abi Syihab al-Mahzumy dari Utsman bin Affan dari Rasulullah SAW. Beliau Wafat di Damaskus pada tahun 118 H.
Dua orang perawinya adalah Hisyam dan Ibnu Dzakwan. Hisyam adalah Hisyam bin Ammar bin Nushair, qadhi damaskus. Ia digelari Abul Walid, dan wafat pada 245 H. sedang Ibnu Dzakwan adalah Abdullah bin Ahmad bin Basyir bin Dzakwan Al-Quraisyi Ad-Dimasqi. Ia di gelari Abu Amr. Dilahirkan pada 173 H, dan wafat di Damaskus pada 242 H.
2) Ibnu Katsir (120 H)
Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdullah Ibnu Katsir ad-Dary al-Makky, ia adalah imam dalam hal qira'at di Makkah, ia adalah seorang tabi'in yang pernah hidup bersama shahabat Abdullah ibnu Jubair. Abu Ayyub al-Anshari dan Anas ibnu Malik, dia wafat di Makkah pada tahun 120 H. Perawinya dan penerusnya adalah al-Bazy wafat pada tahun 250 H. dan Qunbul wafat pada tahun 291 H.
3) 'Ashim al-Kufy (128 H)
Nama lengkapnya adalah 'Ashim ibnu Abi an-Nujud al-Asady. Disebut juga dengan Ibnu Bahdalah. Panggilannya adalah Abu Bakar, ia adalah seorang tabi'in yang wafat pada sekitar tahun 127-128 H di Kufah. Kedua Perawinya adalah; Syu'bah wafat pada tahun 193 H dan Hafsah wafat pada tahun 180 H.
4) Abu Amr (154 H)
Nama lengkapnya adalah Abu 'Amr Zabban ibnul 'Ala' ibnu Ammar al-Bashry, sorang guru besar pada rawi. Disebut juga sebagai namanya dengan Yahya, menurut sebagian orang nama Abu Amr itu nama panggilannya. Beliau wafat di Kufah pada tahun 154 H. Kedua perawinya adalah ad-Dury wafat pada tahun 246 H. dan as-Susy wafat pada tahun 261 H.
.
5) Hamzah al-Kufy (156 H)
Nama lengkapnya adalah Hamzah Ibnu Habib Ibnu 'Imarah az-Zayyat al-Fardhi ath-Thaimy seorang bekas hamba 'Ikrimah ibnu Rabi' at-Taimy, dipanggil dengan Ibnu 'Imarh, wafat di Hawan pada masa Khalifah Abu Ja'far al-Manshur tahun 156 H. Kedua perawinya adalah Khalaf wafat tahun 229 H. Dan Khallad wafat tahun 220 H. dengan perantara Salim.
6) Imam Nafi. (169 H)
Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi' ibnu Abdurrahman ibnu Abi Na'im al-Laitsy, asalnya dari Isfahan. Dengan kemangkatan Nafi' berakhirlah kepemimpinan para qari di Madinah al-Munawwarah. Beliau wafat pada tahun 169 H. Perawinya adalah Qalun wafat pada tahun 12 H, dan Warasy wafat pada tahun 197 H.
7) Al-Kisaiy (189 H)
Nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Hamzah, seorang imam nahwu golongan Kufah. Dipanggil dengan nama Abul Hasan, menurut sebagiam orang disebut dengan nama Kisaiy karena memakai kisa pada waktu ihram. Beliau wafat di Ranbawiyyah yaitu sebuah desa di Negeri Roy ketika ia dalam perjalanan ke Khurasan bersama ar-Rasyid pada tahun 189 H. Perawinya adalah Abul Harits wafat pada tahun 424 H, dan ad-Dury wafat tahun 246 H.
Syathiby mengatakan: "Adapun Ali panggilannya Kisaiy, karena kisa pakaian ihramnya, Laits Abul Haris perawinya, Hafsah ad-Dury hilang tuturnya.
2.5 Hikmah Perbedaan Dalam Qiro’ah Sab’ah
Keberagaman dalam qiro’ah sab’ah ini mengandung banyak faedah dan funsi, di antaranya :
Menunjukkan betapa terjaganya dan terpeliharanya Kitab Allah dari perubahan dan penyimpanan, padahal Kitab ini mempunyai sekian banyak segi bacaan yang berbeda-beda.
Meringankan umat islam dan memudahkan mereka untuk membaca Qur’an.
Membuktikan kemukjizatan Al-Quran, karena dalam qiroat yang berbeda ternyata bisa memunculkan istinbat jenis hukum yang berbeda pula. Contoh dalam masalah ini adalah lafadhz : " wa arjulakum" dalam Al-Maidah ayat 6, yang juga bisa dibaca dalam qiroah lain dengan "wa arjulikum ". Maka yang pertama menunjukkan hukum mencuci kedua kaki dalam wudhu. Sementara yang kedua menunjukkan hukum mengusap ( al-mash) kedua kaki dalam khuf atau sejenis sepatu.
Qiroat yang satu bisa ikut menjelaskan / menafsirkan qiroat lain yang masih belum jelas maknanya.
Contoh masalah ini : dalam surat Jumat ayat 9, lafal " Fas'au ", asli katanya berarti berjalanlah dengan cepat, tetapi ini kemudian diterangkan dengan qiroat lain : " famdhou" yang berarti pergilah , bukan larilah.
BAB III
KESIMPULAN
Pengertian qiro’ah sab’ah adalah macam-macam cara baca al-qur’an. Disebut qiro’ah sab’ah karma ada tujuh imam qiro’at yang terkenal masyhur.
Dari segi kualitas qiro’ah dapat dibagi menjadi :
a) Qiro’ah Mutawatir, yaitu qiro’ah yang disampaikan oleh kelompok yang sanadnya tidak berbuat dusta.
b) Qiro’ah Mashur, yaitu yang memiliki sanad yang shahih dan mutawatir.
c) Qiro’ah al-ahad, yaitu yang memiliki sanad shahih tapi menyalahi tulian mushaf utsmani dan kaidah bahasa Arab.
d) Qiro’ah maudlu’, yaitu palsu.
e) Qiro’ah syadz, yaitu menyimpang.
f) Qiro’ah yang menyerupai hadits mudroj (sisipan).
DAFTAR PUSTAKA
Manna’ Khalil Al -Qattan, 2000, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Litera Antar Nusa, Jakarta.
Hatta Syamsudin Lc, 2008, Modul Qur’an (1), Surakarta.
Allamah M.H Thabathaba’I, Mengungkap Rahasia Al-Qur’an, Mizan, Bandung.
http://www.lingkaran.org/pengantar-qiro%E2%80%99at-sabah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tuangkan komentarmu..... ^_^