Selasa, Januari 03, 2012

bhs indonesia


BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Meningkatkan konsentrasi sangatlah penting untuk mengoptimalkan  kompetensi kita dalam menyelesaikan setiap kegiatan atau pekerjaan. Pengaruh konsentrasi yang kurang baik, sudah  pasti akan berakibat buruk pada hasil dari semua kegiatan atau pekerjaan. Meskipun pada dasarnya kompetensi/kemampuan kita untuk menyelesaikan pekerjaan itu terbilang baik.
Konsentrasi itu berhubungan erat dengan aktivitas otak. Lebih sederhananya, kami mengibaratkan konsentrasi seperti sebuah pipa pada bak penampungan air. Saat pipa (konsentrasi) masih dalam keadaan baik dan bersih, maka dapat mengalirkan air yang kencang. Tapi ketika mulai tersumbat misalnya oleh sampah, kotoran, atau terhimpit benda lain apalagi kalau sampai pecah. Otomatis pipa (konsentrasi) tidak dapat lagi mengalirkan air secara sempurna.
Berarti, menurunya konsentrasi bisa disebabkan oleh faktor dari dalam sepeti; masalah pribadi, kelelahan, dan masalah lainnya. Juga oleh faktor dari luar seperti; kebisingan, tata ruang, dan perangkat kerja. Penyebab dari menurunnya konsentrasi inilah yang harus kita bersihkan untuk mengembalikan konsentrasi.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan  di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.2.1        Bagaimanakah menurunnya konsentrasi belajar  yang terjadi di kalangan mahasiswa?
1.2.2        Bagaimana factor-faktor yang menyebabkan hilangnya konsentrasi belajar?
1.2.3        Bagaimana cara meningkatkan konsentrasi belajar?


1.3  Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat diketahui tujuan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana :
1.3.1        Menurunnya konsentrasi belajar di kalangan mahasiswa.
1.3.2        Faktor-faktor yang menyebabkan hilangnya konsentrasi belajar.
1.3.3        Tips Cara meningkatkan konsentrasi belajar.

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Menurunnya Konsentrasi Belajar di Kalangan Mahasiswa
2.1.1 Pengertian Konsentrasi Belajar
Kosentrasi belajar berasal dari kata konsentrasi dan belajar. Hornby dan Siswoyo (1993:69) mendefinisikan konsentrasi (concentration) adalah pemusatan atau pengerahan (perhatiannya ke pekerjaannya atau aktivitasnya). Hamalik (1995:36) mendefinisikan belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Menurut pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Sejalan dengan perumusan itu, berarti pula belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.
Tabrani dkk. (1989:8) menambahkan definisi belajar dalam arti luas ialah proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian terhadap atau mengenai sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi atau, lebih luas lagi, dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi. Belajar selalu menunjukkan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa konsentrasi belajar adalah pemusatan perhatian dalam proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian terhadap atau mengenai sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi.
2.1.2 Ciri-ciri Siswa yang Dapat Berkonsentrasi Belajar
Ciri-ciri siswa yang dapat berkonsentrasi belajar berkaitan dengan perilaku belajar yang meliputi perilaku kognitif, perilaku afektif, dan perilaku psikomotor. Karena belajar merupakan aktivitas yang berbeda-beda pada berbagai bahan pelajaran, maka perilaku konsentrasi belajar tidak sama pada perilaku belajar tersebut. Engkoswara dalam Tabrani (1989:10) menjelaskan klasifikasi perilaku belajar yang dapat digunakan untuk mengetahui ciri-ciri siswa yang dapat berkonsentrasi belajar sebagai berikut.
a.       Perilaku kognitif, yaitu perilaku yang menyangkut masalah pengetahuan, informasi, dan masalah kecakapan intelektual. Pada perilaku kognitif ini, siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat ditengarai dengan: (1) kesiapan pengetahuan yang dapat segera muncul bila diperlukan, (2) komprehensif dalam penafsiran informasi, (3) mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh, (4) mampu mengadakan analisis dan sintesis pengetahuan yang diperoleh.
b.      Perilaku afektif, yaitu perilaku yang berupa sikap dan apersepsi. Pada perilaku ini, siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat ditengarai: (1) adanya penerimaan, yaitu tingkat perhatian tertentu, (2) respon, yaitu keinginan untuk mereaksi bahan yang diajarkan, (3) mengemukakan suatu pandangan atau keputusan sebagai integrasi dari suatu keyakinan, ide dan sikap seseorang.
c.       Perilaku psikomotor. Pada perilaku ini, siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat ditengarai: (1) adanya gerakan anggota badan yang tepat atau sesuai dengan petunjuk guru, (2) komunikasi non verbal seperti ekspresi muka dan gerakan-gerakan yang penuh arti.
d.      Perilaku berbahasa. Pada perilaku ini, siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat ditengarai adanya aktivitas berbahasa yang terkoordinasi dengan baik dan benar.
Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri siswa yang dapat berkonsentrasi belajar tampak pada perhatiannya yang terfokus pada hal yang diterangkan guru atau pelajaran yang sedang dipelajari.
            Banyak di antara kita yang merasa rajin belajar, tapi tidak memperoleh nilai bagus di sekolahnya. Alasan umum mengapa hal tersebut bisa terjadi adalah tidak bisa konsentrasi saat belajar, sehingga daya penerimaan atas pemahaman suatu mata pelajaran menurun.

    Contohnya tidak bisa konsentrasi saat belajar adalah ketika memahami suatu materi dengan membaca secara seksama dan berulang-ulang atau mencoba menghafal, tetapi sering kali merasa tidak memahami maksud dari materi tersebut. Beberapa hal yang dapat menyebabkan tidak bisa atau penurunan konsentrasi saat belajar, seperti cara belajar yang salah mengantuk, malas, sedang memiliki masalah, letih, banyak kegiatan, kurangnya nutrisi pada otak, dan lain sebagainya.
      Jika mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi belajar dan dibiarkan secara terus-menerus, bukan hanya dapat mengakibatkan penurunan prestasi akademik, tetapi juga akan berdampak pada masalah kejiwaan seperti, depresi, mudah panik, minder atau kurangnya rasa percaya diri dan lain-lain.
2.2 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Hilangnya Konsentrasi Belajar
Apa yang menyebabkan seseorang sulit berkonsentrasi? Wah, sebab-sebabnya tentu banyak. Ini terkait dengan lapisan yang menyusun diri kita. Ada lapisan raga dan ada lapisan jiwa. Jika raga kita bermasalah, katakanlah sakit gigi, ini juga bisa mengganggu konsentrasi. Begitu juga kalau kita lapar atau belum ngopi bagi yang sudah kecanduan. Namun begitu, jika masalah ini sudah berlanjut (akut), umumnya ini terkait dengan soal jiwa (batin). Inipun terkadang sulit dimutlakkan dengan satu penjelasan. Karena itu, di bawah ini saya mencoba merangkum beberapa penjelasan yang mudah-mudahan relevan dengan apa yang anda rasakan:

2.2.1 Gangguan keseimbangan emosional
Berbagai studi telah mengungkap bahwa stress, distress, depresi dan lain-lain bisa merusak memori (impaired memory) dan konsentrasi (inability to concentrate). Kalau kita kembalikan ke awal (akar), munculnya berbagai gangguan mental itu terkait dengan persoalan pola hidup sehat (positif). Ini sepertinya sudah semacam “hukum alam”. Semakin banyak pikiran negatif, sikap negatif, atau tindakan negatif yang kita biarkan, ya semakin rentan kita terhadap berbagai gangguan itu. Apa ada orang yang selalu positif? Tentu tidak ada. Yang membedakan adalah kemampuan “membersihkan” diri. Konon, 60-75 % penyakit fisik itu terkait dengan soal pikiran yang tidak sehat.

2.2.2 Kekosongan emosi
Mahasiswa / pelajar yang sudah tidak memiliki alasan kuat kenapa melanjutkan sekolah, apa targetnya, apa tujuan besarnya, apa program-program pribadinya untuk mencapai target itu, akan cenderung mudah merasa kosong batinnya, hambar hidupnya, atau kecil kepeduliaannya terhadap statusnya sebagai pelajar. Kalau sudah begini, konsentrasi belajar pun rendah. Peduli akan memunculkan kemauan yang keras. Kemauanlah yang membuat hidup kita dinamis, selalu terisi dari waktu ke waktu.

Begitu juga dengan pasangan rumah tangga yang sudah tidak jelas lagi alasan-alasannya, arahnya, program-programnya. Kekosongan batin ini kerap mereduksi konsentrasi dalam membangun keluarga (to develop). Kalau konsentrasi terus menurun, ya tentunya banyak penyimpangan yang muncul. Ini bisa dari yang masih berstadium rendah sampai ke yang berstadium tinggi, misalnya saja perceraian atau kehampaan rasa ber-rumah-tangga.

2.2.3 Manajemen pikiran
Konon, pikiran kita itu memproduksi 60.000 –an percikan pemikiran (thought) dalam setiap harinya. Jumlah yang sebanyak itu tentu ada yang melawan dan ada yang mendukung. Nah, supaya bisa mendukung, maka dibutuhkan manajemen. Salah satu unsur manajemen yang paling mendasar di sini adalah kemampuan menangkap (catching). Menangkap di sini maksudnya kita mengetahui apa yang dikerjakan oleh pikiran kita. Kita menyadari apa yang sedang dipikirkan oleh pikiran kita.
Kalau kita sedang mendengarkan ceramah dosen lalu pikiran kita ngelantur kemana-mana dan kita pun tidak menyadarinya, ya pasti saja ngelanturnya kebablasan. Tapi jika kita cepat mengetahui dan menyadari, ya kita akan cepat bisa mengalihkannya. Artinya, konsentrasi kita bisa rusak lantaran kita tidak cepat mengetahui dan menyadari apa yang sedang dipikirkan oleh pikiran kita.
2.2.4 Delerium
Salah satu gangguan yang berkaitan dengan penurunan daya konsentrasi/masalah pemusatan perhatian adalah delirium. Apa itu delirium?. Delirium adalah keadaan dimana penderita mengalami penurunan kemampuan dalam memusatkan perhatiannya dan menjadi linglung, mengalami disorientasi dan tidak mampu berfikir secara jernih. Gangguan delirium ini biasanya bersifat sementara dan biasanya terjadi secara mendadak.
Delirium merupakan suatu keadaan mental yang abnormal dan bukan merupakan suatu penyakit. Gangguan ini dapat terlihat dengan ditemukannya sejumlah gejala yang menunjukkan penurunan fungsi mental. Mengapa delirium bisa terjadi dan apa penyebabnya ?.Berbagai keadaan atau penyakit (mulai dari dehidrasi ringan sampai keracunan obat atau infeksi yang bisa berakibat fatal), bisa menyebabkan delirium.
2.3 Tips Cara Meningkatkan Konsentrasi Belajar
Seperti yang sudah kita bahas, bahwa penyebab menurunnya konsentrasi itu seabrek. Namun begitu, jika kita merasa apa yang sudah kita bahas itu relevan dengan masalah yang kita hadapi, mungkin kita bisa melakukan latihan (drill) di bawah ini:

2.3.1 Perjelas target Anda
Target di sini banyak kegunaannya. Selain akan menjadi bimbingan, ia pun bisa mendinamiskan hidup. Dikatakan bimbingan karena kita tidak bisa menyuruhkan pikiran ini berkonsentrasi kalau tidak ada sasarannya. Target adalah sasaran untuk dipikirkan oleh pikiran kita. Pikiran yang kita gunakan untuk memikirkan sasaran demi sasaran akan membuat hidup dinamis. Orang yang hidupnya dinamis dengan target-target yang dimiliki akan jauh dari gangguan dan kekosongan emosi. Jadi, beri tugas pada pikiran untuk memikirkan sasaran, program atau target yang Anda buat.

2.3.2 Lakukan dan libatkan
Tentu tidak cukup dengan hanya membuat program atau target di atas kertas. Agar target itu benar-benar bermanfaat dalam membimbing dan mendinamiskan, ya dibutuhkan disiplin diri dalam menjalankannya. Lakukan sesuatu yang dapat mendekatkan anda dengan target yang Anda buat. Selain melakukan sesuatu, hal yang terpenting di sini adalah melibatkan diri pada lingkungan yang pas dengan kita (environment system).
Temukan orang lain yang kira-kira bisa membuat Anda selalu “connect” dengan program atau target Anda. Temukan lingkungan yang sejiwa dengan Anda. Kalau Anda punya target ingin jago di IT, misalnya, tetapi Anda tidak mengenal orang IT, tidak masuk komunitas IT, jauh dari masyarakat IT, ya tentu saja konsentrasi Anda kurang mendapat dukungan. Pedagang ber-komunitas dengan pedagang. Olahragawan atau seniman ber-komunitas dengan orang-orang yang sejiwa dengan mereka. Anda pun perlu mencontoh begitu.

2.3.3 Sering-sering berkomunikasi dengan diri sendiri
Ini misalnya menyepi (bukan menyendiri). Menyepi di sini maksudnya Anda memberi ruang dan kesempatan untuk diri sendiri supaya berbicara dengan diri sendiri, self-dialog, self-talk, meditasi, evaluasi, koreksi, refleksi, dan lain-lain. Ini berarti kita tidak perlu ke gunung untuk menyepi. Menyepi dalam pengertian yang luas bisa kita lakukan di tengah keramaian, misalnya di kampus, di kendaraan umum, di perpustakaan, dan lain-lain.
Yang penting esensinya di sini adalah kita “ingat” pada diri kita, memikirkan diri kita, memikirkan target kita, memikiran apa yang sudah kita lakukan. Banyak orang yang hampir tidak pernah memikirkan dirinya dalam arti yang positif. Dari pagi sampai malam yang dipikirin orang lain, ingat orang lain, ngobrol ke sana ke mari tentang orang lain, dan seterusnya. Mestinya yang bagus adalah seimbang.

2.3.4 Ciptakan sarana (mean)
Ini bisa dilakukan dengan membuat tulisan, catatan, gambar atau apa saja yang memudahkan kita mengingat dan melihat target, program atau bidang-bidang yang penting menurut kita. Ini bisa kita taruh di buku, di meja, di HP, di komputer, dan lain-lain. Artinya, ciptakan sarana yang membuat pikiran ini mudah melihat dan mengingat. Temukan acara teve atau radio yang mendukung agenda. Baca buku atau koran atau majalah yang mendukung. Temui orang yang bisa diajak ngobrol tentang apa yang kita pikirkan.

2.3.5 Tingkatkan kepedulian
Peduli terhadap diri sendiri berbeda pengertiannya dengan mementingkan diri sendiri. Peduli di sini artinya kita berperan seoptimal mungkin berdasarkan status kita. Pelajar yang peduli adalah pelajar yang berusaha berperan seoptimal mungkin sebagai pelajar: ya belajar, ya berorganisasi, ya demo secara positif, ya bergaul, ya mau menghormati guru / dosen, ya macam-macam. Karyawan yang peduli adalah karyawan yang berperan seoptimal mungkin berdasarkan status dirinya sebagai karyawan: ya belajar, ya bisa menerima bimbingan, ya bekerja keras, ya belajar bekerja cerdas, ya tidak ngambek-kan, ya macam-macam.
Kenapa peduli ini penting? Alasannya, ketika kita menolak peranan yang seharusnya kita lakukan berdasarkan status kita, maka yang muncul adalah konflik di batin, stress, depresi, distress, dan lain-lain. Ini biasanya diikuti oleh rombongannya, katakanlah seperti: keinginan yang tidak realistis dan akurat, pikiran yang tidak jelas fokus dan sasarannya, hasil yang tidak pasti, munculnya pikiran-pikiran negatif terhadap diri sendiri, terhadap orang lain dan terhadap keadaan.

BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan
Konsentrasi belajar adalah pemusatan perhatian dalam proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian terhadap atau mengenai sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi.
ciri-ciri siswa yang dapat berkonsentrasi belajar tampak pada perhatiannya yang terfokus pada hal yang diterangkan guru atau pelajaran yang sedang dipelajari.
3.2 Saran
Meski kita sering mengasosiasikan konsentrasi itu dengan cara kerja pikiran, tetapi kalau perasaan kita terluka atau terganggu, akibatnya pikiran juga terganggu. Banyak hal yang tidak bisa kita pikirkan dan tidak bisa kita lakukan dengan bagus karena kita sedang menyimpan perasaan yang tidak bagus. Benar nggak begitu? Semoga ini bermanfaat.


multikultural

BAB I
PENDAHULUAN
Kesadaran multikultur sebenarnya sudah muncul sejak Negara Republik Indonesia terbentuk. Pada masa Orde Baru, kesadaran tersebut dipendam atas nama kesatuan dan persatuan. Paham monokulturalisme kemudian ditekankan. Akibatnya sampai saat ini, wawasan multikulturalisme bangsa Indonesia masih sangat rendah. Ada juga pemahaman yang memandang multikultur sebagai eksklusivitas. Multikultur justru disalahartikan yang mempertegas batas identitas antar individu. Bahkan ada yang juga mempersoalkan masalah asli atau tidak asli.
Multikultur baru muncul pada tahun 1980-an yang awalnya mengkritik penerapan demokrasi. Pada penerapannya, demokrasi ternyata hanya berlaku pada kelompok tertentu. Wacana demokrasi itu ternyata bertentangan dengan perbedaan-perbedaan dalam masyarakat. Cita-cita reformasi untuk membangun Indonesia Baru harus dilakukan dengan cara membangun dari hasil perombakan terhadap keseluruhan tatanan kehidupan yang dibangun oleh Orde Baru.
Inti dari cita-cita tersebut adalah sebuah masyarakat sipil demokratis, adanya dan ditegakkannya hukum untuk supremasi keadilan, pemerintahan yang bersih dari KKN, terwujudnya keteraturan sosial dan rasa aman dalam masyarakat yang menjamin kelancaran produktivitas warga masyarakat, dan kehidupan ekonomi yang mensejahterakan rakyat Indonesia. Bangunan Indonesia Baru dari hasil reformasi atau perombakan tatanan kehidupan Orde Baru adalah sebuah “masyarakat multikultural Indonesia” dari puing-puing tatanan kehidupan Orde Baru yang bercorak “masyarakat majemuk” (plural society) sehingga corak masyarakat Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika bukan lagi keanekaragaman suku bangsa dan kebudayaannya tetapi keanekaragaman kebudayaan yang ada dalam masyarakat Indonesia.
Acuan utama bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang multikultural adalah multikulturalisme, yaitu sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat dilihat sebagai mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mozaik. Di dalam mozaik tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan yang seperti sebuah mozaik tersebut. Model multikulturalisme ini sebenarnya telah digunakan sebagai acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa yang dinamakan sebagai kebudayaan bangsa, sebagaimana yang terungkap dalam penjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi: “Kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah”.
Tulisan berikut ingin menunjukkan bahwa upaya membangun masa depan bangsa Indonesia di atas pondasi multikultural hanya mungkin dapat terwujud bila: pertama, konsep multikulturalisme menyebar luas dan dipahami pentingnya bagi bangsa Indonesia, serta adanya keinginan bangsa Indonesia pada tingkat nasional maupun lokal untuk mengadopsi dan menjadi pedoman hidupnya; serta kedua upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk dapat mewujudkan cita-cita ini.

BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Masyarakat Multikultural
Multikultural menurut Prof. Dr. Supardi Suparlan (Suparlan ; 2002) merupakan sebuah ideologi yang mengagungkan perbedaan budaya atau sebuah keyakinan yang mengakui dan mendorong terwujudnya pluralisme (keberagaman) budaya sebagai suatu corak kehidupan masyarakat. Multikulturalisme mengangungkan dan berusaha melindungi keanekaragaman budaya termasuk kebudayaan dari mereka yang tergolong minoritas[1].
Dalam suatu masyarakat pasti akan menemukan banyak kelompok masyarakat yang memiliki karakteristik berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan karakteristik itu berkenaan dengan tingkat diferensiasi dan stratifikasi sosial. Masyarakat seperti ini disebut sebagai masyarakat multikultural. Masyarakat multikultural sering juga disebut masyarakat majemuk.
Ketika multikulturalisme masuk ke Indonesia dikenal dengan  keanekaragamannya. Baru pada sekitar pertengahan abad ke-20, mulai berkembang istilah multikulturalisme. Multikulturalisme memiliki 3 unsur : budaya, keragaman budaya dan cara khusus untuk mengantisipasi keanekaragaman budaya tersebut. Secara umum, masyarakat terdiri dari berbagai kelompok manusia yang memiliki status budaya dan politik yang sama.
Mengutip S. Saptaatmaja dari buku Multiculturalisme Educations: A Teacher Guide To Linking Context, Process And Content karya Hilda Hernandes, bahwa multikulturalisme adalah bertujuan untuk kerjasama, kesederajatan dan mengapresiasi dalam dunia yang kompleks dan tidak monokultur lagi.
Multikulturalisme menurut  Pasurdi Suparlan  bahwa multikulturalisme adalah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individu maupun kebudayaan.  kehidupan yang menghormati perbedaan, dan memandang setiap orang memiliki derajat yang sama .
Multikulturalisme bertujuan untuk meningkatkan derajat manusia, ada berbagai konsep tentang multikulturalisme antara lain adalah demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, suku bangsa, kebudayaan suku bangsa, keyakinan keagamaan dan HAM .
Dengan adanya multikulturalisme, akan tercipta masyarakat yang multikultural karena multikulturalisme sebagai sebuah ideologi akan mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan.
Multikultural berarti beraneka ragam kebudayaan. Menurut Parsudi Suparlan (2002) akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural ini telah membentuk suatu ideologi yang disebut multikulturalisme. Konsep multikulturalisme tidak seperti keanekaragaman secara suku bangsa atau kebudayaan suku bangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan.
Multikulturalisme mempunyai peran yang besar dalam pembangunan bangsa. Indonesia sebagai suatu negara yang berdiri di atas keanekaragaman kebudayaan  Dengan multikulturalisme ini maka prinsip "bhineka tunggal ika" seperti yang tercantum dalam dasar negara akan menjadi terwujud. Keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia akan menjadi inspirasi dan potensi bagi pembangunan bangsa sehingga cita-cita untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dapat tercapai
[2].
  • Jenis – Jenis Multikulturalisme 
    1. Multikulturalisme isolasionis : Mengacu pada masyarakat sebagai tempat kelompok-kelompok budaya yang berbeda dan saling berinteraksi untuk hidup bersama.
    2. Multikulturalisme akomodatif : Masyarakat yang bertumpu pada satu budaya dominan, dengan penyesuaian dan pengaturan yang cocok untuk kebutuhan budaya minoritas.
    3. Multikulturalisme mandiri : Mengacu pada masyarakat dimana kelompok-kelompok budaya besar mencari kesetaraan dengan budaya dominan.
    4. Multikulturalisme kritis atau interaktif : Merujuk pada masyarakat sebagai tempat kelompok-kelompok kultural kurang peduli untuk menempuh hidup mandiri dan lebih peduli dalam menciptakan satu budaya yang mencerminkan dan mengakui perspektif mereka yang berbeda-beda.
    5. Multikulturalisme kosmopolitan : Mengacu pada masyarakat yang berusaha yang membuka peluang bagi para individu yang kini tidak terikat budaya khusus dan mengembangkan satu budaya milik mereka sendiri[3].
2.      Masyarakat Indonesia yang Multikultural
Indonesia adalah salah satu negara di belahan timur bumi yang kaya, baik berupa kekayaan sumber daya alam maupun kekayaan sumber daya sosial. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh banyak ahli ilmu sosial di Indonesia, tercatat sekitar 300 suku bangsa dengan bahasa, adapt istiadat dan agama yang berbeda-beda. Namun suatu hal yang membanggakan bahwa meskipun tingkat kemajemukannya tinggi tetapi tetap kokoh sebagai suatu kesatuan. Hal ini didasarkan pada ide atau cita-cita yang terdapat dalam lambing negara yang dilengkapi dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Mekipun dengan semboyan demikian, bukan berarti di dalam masyarakat Indonesia yang multikultural itu tidak terjadi gejolak-gejolak yang mengarah kepada pepecahan dalam segala bidang. Hal yang terpenting adalah mayoritas kelompok atau lingkungan hukum adat yang ada mengakui dan menyadari akan kesatuan di dalam keanekaragaman yang ada. Kebhinekaan masyarakat Indonesia dapat dilihat dari dua cara sebagai berikut.
a.      Secara Horizontal (Diferensiasi)
1) Perbedaan Fisik atau ras
Berdasarkan perbedaan fisik atau rasnya, di Indonesia terdapat golongan-golongan fisik penduduk sebagai berikut.
a)            Golongan orang Papua Melanosoid. Golongan penduduk ini bermukim di pulau Papua, Kei dan Aru. Mereka mempunyai cirri fisik seperti rambut keriting, bibir tebal, dan berkulit hitam.
b)            Golongan orang Mongoloid. Berdiam di sebagian besar kepulauan Indonesia, khususnya di kepulauan Sunda besar (kawasan Indonesia Barat), dengan cirri-ciri rambut ikal dan lurus, muka agak bulat, kulit putih hingga sawo matang.
c)            Golongan Vedoid, antara lain orang-orang Kubu, Sakai, Mentawai, Enggano, dan Tomura dengan cirri-ciri fisik bertubuh relative kecil, kulit sawo matang, dan rambut berombak.
2) Perbedaan suku bangsa
Di Indonesia, hidup sekitar 300 suku bangsa dengan jumlahsetiap sukunya beragam, mulai dari beberapa ratus orang saja hingga puluhan juta orang. Suku yang populasinya terbanyak antara lain suku Jawa, Sunda, Dayak, Batak, Minang, Melayu, Aceh, Manado, dan Makasar. Di samping itu, terdapat pula suku bangsa yang jumlah penduduknya hanya sedikit, misalnya suku Nias, Kubu, Mentawai, Asmat dan suku lainnya.
3) Perbedaan agama
Aninisme dan dinanisme merupakan kepercayaan yang paling tua dan berkembang sejak zaman prasejarah, sebelum bangsa Indonesia mengenal tulisan. Agama Hindu dan agama Budha datang ke Indonesia dari daratan India sekitar abad ke 5 SM, bukti-bukti tertulisnya ditemukan di kerajaan Kutai (Kalimantan Timur) dan kerajaan Tarumanegara (Bogor). Agama Islam datang dari Arab Saudi melalui India Selatan di abad ke-7. Agama Islam menjadi agama terbesar dan dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Orang Eropa datang ke Indonesia pada awal abad ke-19dengan membawa agama Nasrani yang kemudian hari juga banyak dianut oleh penduduk Indonesia.
4) Perbedaan jenis kelamin
Perbedaan jenis kelamin adalah sesuatu yang sangat alami. Perbedaan seperti ini tidak menunjukkan adanya tingkatan atau perbedaan kedudukan dalam sistem sosial. Anggapan superior bagi laki-laki dan inferior bagi perempuan adalah tidak benar. Masing-masing mempunyai peran dan tanggung jawab yang saling membutuhkan dan melengkapi.
b.      Secara Vertikal (Stratifikasi)
Perbedaan secara vertikal adalah perbedaan individu atau kelompok dalam tingkatan-tingkatan secara hierarki, atau perbedaan dalam kelas-kelas yang berbeda tingkatan dalam suatu sistem sosial. Perbedaan secara vertikal ini dikenal dengan stratifikasi. Keanekaragaman dalam tingkat atau kelas sosial ini disebabkan oleh adanya sifat yang menghargai atau menjunjung tinggi sesuatu baik berkenaan dengan barang-barang kebutuhan, kekuasaan dalam masyarakat, keturunan, dan pendidikan tertentu yang dapat dicapai seseorang.
3.      Faktor Penyebab Masyarakat Multikultural
a. Latar belakang historis
Nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan, yaitu suatu wilayah di Cina bagian selatan yang pindah ke pulau-pulau di Nusantara. Perpindahan itu terjadi secara bertahap dalam waktu dan jalur yang berbeda. Ada kelompok mengambil jalur barat melalui selat Malaka menuju pulau Sumatera dan Jawa. Sedangkan kelompok lainnya mengambil jalan ke arah timur, yaitu melalui kepulauan Formosa atau Taiwan, di sebelah selatan Taiwan, di sebelah selatan Jepang, menuju Filifina dan kemudian meneruskan perjalanan ke Kalimantan. Dari Kalimantan ada yang pindah ke Jawa dan sebagian lagi ke pulau Sulawesi.
b. Kondisi geografis
Perbedaan kondisi geografis telah melahirkan berbagai suku bangsa, terutama yang berkaitan dengan pola kegiatan ekonomi dan perwujudan kebudayaan yang dihasilkan untuk mendukung kegiatan ekonomi misalnya nelayan, pertanian, kehutanan, perdagaangan dan lain-lain. Relief yang tajam dipisahkan oleh laut dan selat tentu akan menyebabkan terisolasinya kelompok masyarakat yang telah mencapai suatu temapt. Akhirnya mereka akan mengembangkan corak kebudayaan yang khas dan cocok dengan lingkungan geografis mereka.
c. Keterbukaan terhadap kebudayaan luar
Bangsa Indonesia adalah contoh bangsa yang terbuka. Hal ini dapat dilihat dari besarnya pengaruh asing dalam membentuk keanekaragaman masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Pengaruh asing yang pertama mewarnai sejarah kebudayaan Indonesia adalah ketika orang-orang India, Cina, dan Arab mendatangi wilayah Indonesia disusul oleh kedatangan bangsa Eropa. Bangsa-bangsa tersebut datang dengan membawa kebudayaan yang beragam.
4.      Masalah yang Timbul Akibat Adanya Masyarakat Multikultural
a.            Konflik
Ø      Berdasarkan tingkatannya
1)      Tingkat ideologi atau gagasan
2)      Tingkat politik

Ø      Berdasarkan jenisnya
1)      Rasial
2)      Antar suku bangsa
3)      Antar agama.

b.           Integrasi Berasal dari kata “integration” yang berarti kesempurnaan, atau keseluruhan. Maurice  Duverger mendefinisikan sebagai dibangunnya interdependensi (kesalingtergantungan) yang lebih rapat antara anggota-anggota dalam masyarakat.

c.            Disintegrasi Disebut juga disorganisasi yaitu suatu keadaan di mana tidak ada keserasian pada bagian-bagian dari suatu kesatuan. Misal : Kasus GAM, RMS, Papua dan lain-lain. Gejala awal disintegrasi tidak ada persamaan persepsi, norma tidak berfungsi dengan baik, terjadi pertentangan antar norma, pemberian sanksi tidak konsekuen, tindakan masyarakat tidak sesuai dengan norma. Terjadinya proses disosiatif; persaingan, pertentangan, kontravensi

d.           Reintegrasi Atau “reorganisasi” yaitu suatu proses pembentukan norma-norma dan nilai-nilai baru agar serasi dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang telah mengalami perubahan.

5.      Alternatif Pemecahan Masalah yang Ditimbulkan Oleh Masyarakat Multikultural
a.    Asimilasi
Proses di mana seseorang meninggalkan tradisi budaya mereka sendiri untuk menjadi dari bagian dari budaya yang berbeda. Dengan demikian kelompok etnis yang berbeda secara bertahap dapat mengadopsi budaya dan nilai-nilai yang ada dalam kelompok besar, sehingga setelah beberapa generasi akan menjadi bagian dari masyarakat tersebut

b.   Self-regregation
Suatu kelompok etnis mengasingkan diri dari dari kebudayaan mayoritas, sehingga interaksi antar kelompok sedikit sekali, atau tidak terjadi. Sehingga potensi konflik menjadi kecil

c.    Integrasi
Merupakan keadaan ketika kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap konformistis, terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, tetapi dengan tetap mempertahankan kebudayaan mereka sendiri

d.   Pluralisme Suatu masyarakat di mana kelompok-kelompok sub ordinat tidak harus mengorbankan gaya hidup dan tradisi mereka, bahkan kebudayaan kelompok-kelompok tersebut memiliki pengaruh terhadap kebudayaan masyarakat secara keseluruhan

6.      Sikap Kritis, Toleransi, dan Empati Sosial
Terhadap hubungan keanekaragaman dan perubahan budaya dalam menghadapi hubungan keanekaragaman dan perubahan kebudayaan di masyarakat, dibutuhkan sikap yang kritis, disertai toleransi dan empati sosial terhadap perbedaan-perbedaan tersebut.
Berikut ini adalah beberapa sikap kritis yang harus dikembangkan dalam masyarakat yang beranekaragam, yaitu :
a.       Mengembangkan sikap saling menghargai (toleransi) terhadap nilai-nilai dan norma sosial yang berbeda-beda dari angota masyarakat yang kita temui, tidak mementingkan kelompok, ras, etnik, atau kelompok agamanya sendiri dalam menyelenggarakan tugas-tugasnya.
b.       Meninggalkan sikap primodialisme, terutama yang menjurus pada sikap etnosentrisme dan ekstrimisme (berlebih-lebihan).
c.       Menegakkan supremasi hukum, artinya bahwa suatu peraturan formal harus berlaku pada semua warga negara tanpa memandang kedudukan sosial, ras, etnik dan agama yang mereka anut.
d.       Mengembangkan rasa nasionalisme terutama melalui penghayatan wawasan berbangsa dan bernegara namun menghindarkan sikap chauvimisme yang akan mengarah pada sikap ekstrim dan menutup diri akan perbedaan kepentingan dengan masyarakat yang berada di negara-negara lain.
e.       Menyelesaikan semua konflik dengan cara yang akomodatif melalui mediasi, kompromi, dan adjudikasi.
f.         Mengembangkan kesadaran sosial dan menyadari peranan bagi setiap individu terutama para pemegang kekuasaan dan penyelenggara kenegaraan secara formal.                                                                                      



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Ø            Menurut Furnival; Masyarakat multikultural merupakan masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih komunitas (kelompok) yang secara kultural dan ekonomiterpisah-pisah serta memiliki struktur kelembagaan yang berbeda satu sama lain.
Ø            Menurut Dr. Nasikun; Masyarakat majemuk merupakan suatu masyarakat yang menganut yang menganut berbagai sistem nilaiyang dianut oleh berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagian-bagiannya adalah sedemikian rupa sehingga para anggota masyarakat kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai suatu keselutuhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan, atau bahkan kurang memiliki dasar-dasar untuk saling memahami satu sama lain.
Ø            Pierre L. Van den Berghe; menyebutkan beberapa karakteristik yang merupakan sifat-sifat masyarakat multikultural yaitu terjadi segmentasi ke dalam kelompok sub budaya yang saling berbeda, memiliki struktur yang terbagi ke dalam lembaga non komplementer, kurang mengembangkan konsensus di antara anggota terhadap nilai yang bersifat dasar, secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling tergantung secara ekonomi, dan adanya dominasi politik suatu kelompok atas kelompok lain.
Ø            Indonesia memiliki sekitar 300 suku bangsa yang mempunyai bahasa, adat istiadat agama yang berbeda-beda. Kebhinekaan masyarakat Indonesia dapat dilihat secara horizontal melalui perbedaan fisik/ ras, perbedaan suku bangsa, perbedaan agama, dan perbedaan jenis kelamin dan secara vertikal melalui perbedaan tingkatan secara hierarki dan kelas-kelas sosial.
Ø            Tiga faktor utama yang mendorong terbentuknya kemajemukan bangsa Indonesia adalah latar belakang histories, kondisi geografis, dan keterbukaan terhadap kebudayaan luar.



[1] Puji Raharjo, Sosiologi Untuk SMA/MA Kelas XI, (cet. Viii; Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2009), h. 101.
[2] http://groups.yahoo.com/group/junge_denkers/message/86
[3] http://groups.yahoo.com/group/junge_denkers/message/86

fiqih mawaris


BAB I
PENDAHULUAN
            Proses perjalanan kehidupan manusia adalah lahir, hidup dan mati. Semua tahap itu membawa pengaruh dan akibat hukum kepada lingkungannya, terutama ,dengan orang yang dekat dengannya. Baik dekat dalam arti nasab maupun dalam arti lingkungan.
Kelahiran membawa akibat timbulnya hak dan kewajiban bagi dirinya dan orang lain serta timbulnya hubungan hukum antara dia dengan orang tua, kerabat dan masyarakat lingkungannya.
Demikian juga dengan kematian seseorang membawa pengaruh dan akibat hukum kepada diri, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya, selain itu, kematian tersebut menimbulkan kewajiban orang lain bagi dirinya (si mayit) yang berhubungan dengan pengurusan jenazahnya. Dengan kematian timbul pula akibat hukum lain secara otomatis, yaitu adanya hubungan ilmu hukum yang menyangkut hak para keluarganya (ahli waris) terhadap seluruh harta peninggalannya.
Adanya kematian seseorang mengakibatkan timbulnya cabang ilmu hukum yang menyangkut bagaimana cara penyelesaian harta peninggalan kepada keluarganya yang dikenal dengan nama Hukum Waris. Dalam syari’at Islam ilmu tersebut dikenal dengan nama Ilmu Mawaris, Fiqih Mawaris, atau Faraidh.
Dalam hukum waris tersebut ditentukanlah siapa-siapa yang menjadi ahli waris, siapa-siapa yang berhak mendapatkan bagian harta warisan tersebut, berapa bagian mereka masing-masing bagaimana ketentuan pembagiannya serta diatur pula berbagai hal yang berhubungan dengan soal pembagian harta warisan.
Namun dalam makalah ini kami hanya menjelaskan pengertian, sejarah dan hukum mempelajari dan mengajarkan ilmu mawaris. Adapun penjelasan yang berhubungan dengan ilmu mawaris lainnya akan dijelaskan oleh makalah selanjutnya.

BAB II
PEMBAHASAN

A.                 Mawaris
1)      Pengertian
Al-mawaris ﴿المواريثadalah disiplin ilmu islam yang mengatur pembagian harta warisan kepada sesiapa yang berhak mendapatkannya; Mawaris dinamakan juga Ilmu Faraidh (علم الفرائض). Lafadz faraidh (الفَرَئِض), sebagai jamak dari lafadz faridhah (فريضة), oleh ulama Faradhiyun diartikan semakna dengan lafadz mafrudhah (مفروضة), yakni bagian yang telah dipastikan atau ditentukan kadarnya[1].
Tirkah ﴿التركات﴾adalah Harta benda atau hak harta yang berkenaan dengan orang yang ditinggalkan si mayit.
Dalil hukum Almawaris adalah :
-         Surat An Nisa ayat 11; 12 dan 127.
-         Surat Al-Anfal ayat 75
-         Hadis Rasulallah
-         Aplikatif Para Sahabat Nabi.
Al-warasah adalah mereka-mereka yang berhak mendapatkan bagian tertentu dari Tirkah berdasarkan dalil Quran dan Sunnah[2].
Idris Djakfar dan Taufik Yahya mendifinisikan bahwa hukum kewarisan ialah seperangkat ketentuan yang mengatur cara-cara peralihan hak dari seseorang yang telah meninggal dunia kepada orang yang masih hidup yang ketentuan-ketentuan tersebut berdasarkan pada wahyu Ilahi yang terdapat dalam al-Qur'an dan penjelasannya yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW, dalam istilah arab disebut Faraidl[3].
Dapat disimpulkan bahwa ilmu faraidh atau fiqih Mawaris adalah ilmu yang membicarakan hal ihwal pemindahan harta peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia kepada yang masih hidup, baik mengenai harta yang ditinggalkannya, orang-orang yang berhak menerima harta peninggalan tersebut, bagian masing-masing ahli waris, maupun cara penyelesaian pembagian harta peninggalan tersebut.

2)      Tujuan Ilmu Faraid (Ilmu Mawaris)
Adapun tujuan kewarisan dalam Islam dapat kita rumuskan sebagai berikut :
1.   Penetapan bagian-bagian warisan dan yang berhak menerima secara rinci dan jelas, bertujuan agar tidak terjadinya perselisihan dan pertikan antara ahli waris. Karena dengan ketentuan-ketentuan tersebut, masing-masing ahli waris harus mengikuti ketentuan syariat dan tidak bisa mengikuti kehendak dan keinginan masing-masing.
2.   Baik laki-laki maupun perempuan mendapat bagian warisan (yang pada masa jahiliyah hanya laki-laki yang berhak) sebagai upaya mewujudkan pembagian kewarisan yang berkeadilan berimbang. Dalam artian masing-masing berhak menerima warisan sesuai dengan porposi beban dan tanggung jawabnya.
3)      Sebab-sebab Seseorang Mendapatkan Harta Waris
1)      Nîkâh (النكاح) yaitu aqad yang dilakukan suami istri sah secara hukum syari. Apabila telah ada hubungan pernikahan maka yang dimaksud berhak mendapatkan harta warisan.
2)      Nâsâb (النسب) yaitu mereka yang mempunayi hubungan darah baik dari pihak ayah kakek sampai keatas sana atau dari pihak anak terus sampai kebawah. (akan kita jelaskan nanti Insya Allah)
3)      Alwâlâ (الولاء) yaitu orang yang memerdekakan hamba sahaya. Bagi yang memerdekakan hamba sahaya maka mereka akan mendapatkan warisan dari orang yang dia merdekakan tersebut.
4)      Bâitūl Mal(بيت المال) yaitu lembaga yang mengelola keungan untuk dibagikan kepada orang yang memerlukan. Poin ke 4 ini termasuk Asbabul Mawaris menurut pendapat imam Malik Bin Anas (Malikiyah) ketika tidak ada yang mewarisi sama sekali[4].
4)      Hal-hal Dapat Membatalkan Hak Waris Seseorang
1)      Alqâtlū (القتل) yaitu ketika terbukti seorang ahli waris membunuh simayit yang meninggalkan tirkah maka ahli waris tadi tidak mendapatkan warisan dari simayit tersebut dikarenakan telah membunuh simayit, baik itu beruppa qatl amd (pembunuhan dengan disengaja) atau qatl khata (pembunuhan dengan tidak disengaja).
2)      Ikhtîlâfūl Dîîn (اختلاف الدِّين) yaitu perbedaan agama antara simayit dengan ahli waris, dengan berbedanya agama ini maka hak ahli waris untuk mendapatkan harta warisan mejadi gugur.
3)      Arrîqū (الرق) yaitu perbudakan, ini terjadi ketika pada zaman Nabi orang yang menjadi budak tidak bisa mewariskan kepada tuannya dan sebaliknya. Semisal budak tadi meninggalkan harta warisan sedang tuannya adalah satu dari mereka-mereka yang berhak mendapatkan warisan tersebut maka dengan jadinya simayit budaknya akan jadi gugur haknya begitupun sebaliknya.
B.                 Ahli Waris
Secara keseluruhan ahli waris yang mendapatkan harta pusaka ada 25 orang, yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.
a. Pihak laki-laki :
1)      Anak lakilaki
2)      Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3)      Ayah
4)      Kakek dari pihak ayah
5)      Saudara laki-laki sekandung
6)      Saudara laki-laki seayah
7)      Saudara laki-laki seibu
8)      Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung ( keponakan)
9)      Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
10)  Saudara laki-laki ayah yang sekandung ( paman )
11)  Saudara laki-laki ayah se ayah
12)  Anak lai-laki saudara ayah yang laki-laki sekandung
13)  Anak laki-laki saudara ayah yang laki-laki seayah
14)  Suami Lali-laki yang memerdekakan budak.

>>        Jika lima belas orang tersebut di atas masih ada semuanya, yang diprioritaskan
ada tiga , yaitu ;
1). Ayah,
2) Anak laki-laki
3) Suami.

b. Pihak Perempuan :
1)      Anak perempuan
2)      Cucu perempuan dari anak laki-laki
3)      Ibu
4)      Nenek dari pihak ayah
5)      Nenenk diri pihak ibu
6)      Saudara perempuan sekandung
7)      Saudara peremmpuan seayah
8)      Saudara peremouan seibu
9)      Istri perempuan yang memerdekakan budak
>>        Jika Sepuluh orang masih ada semua, maka yang diprioritaskan ada lima yaitu:
1). Istri
2). Anak perempuan
3). Cucu perempuan dari anak laki-laki
4). Saudara perempuan sekandung
>>        Jika dua 25 orang masih ada semua, maka yang diprioritaskan adalah sebagai perikut :
1). Ibu
2). Ayah
3). Anak laki-laki
4). Anak perempuan
5). Suami atau istri[5]

1.      Pembagian Ahli Waris.
      Ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu (Furudhul Muqoddaroh) Bagian-bagian waris yang telah ditentukan oleh Al Qur’an adlah : 1/2, 1/4, 1/8, 2/3, 1/3, 1/6.
1.            Ahli waris yang mendapatkan 1/2 adalah :
a.       Anak perempuan, apa bila sendirian tidak bersama saudara.
b.      Saudara perempuan tungal yang sekandung
c.       Cucu perempuan, jika tidak ada anak perempuan
d.      Suami, Jika tidak ada anak atau cucu.
2.            Ahli waris yang mendapatkan bagian 1//4. yaitu :
a.       Suami, jika ada anak atau cucu
b.      Istri, jika tidak ada anak atau cucu.
3.            Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/8 adalah ;
> Istri, jika suami meninggalkan anak atau cucu.
4.            Ahli waris yang mendapatkan bagian 2/3 adalah :
a. Dua anak perempuan atau lebih, jika tidak ada anak laki-laki.
b.      Dua cucu perempuan atau lebi dari anak laki-laki, jika tidak ada anak perempuan.
c. Dua saudara perempuan atau lebih yang sekandung
d.      Dua orang saudara perempuan atau lebih yang seayah, jika tidak ada saudara perempuan yang sekandung.
5.            Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/3 adalah :
a.       Ibu, apabila yang meniggal tidak meninggalka anka atau cucu dari  anak laki-laki dan tidak ada saudara.
b.      Dua orang saudara atau lebih, dari saudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan.
6.            Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/6 adalah :
a.       Ibu, apabila yang meninggal mempuanyai anak atau cucu dari anak laki-laki atau saudara lebih dari satu.
b.      Ayah, jika yang meninggal mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki.
c.       Nenek, jika yang meninggal sudah tidak ada Ibu.
d.      Cucu perempuan dari pihak anak laki-laki, baik sendirian atau lebih, jika bersama anak perempuan[6].
2.      Ahli waris ashobah
Ahli waris ashobah adalah ahli waris yang memperoleh bagian berdasarkan sisa harta pusaka setelah dibagikan ahli waris yang lain. Ahli waris ashobah dapat menghabiskan semua sisa harta pusaka. Ashobah dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Ashobah binafsih, yaitu ahli waris yang mejadi ashobah dengan sendirinya, yaitu :
a.       Anak laki-laki
b.      Cucu laki-laki dari anak laki-laki
c.       Ayah
d.      Kakek dari pihak ayah
e.       Saudara laki-laki sekandung
f.        Saudara laki-laki seayah
g.       Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
h.       Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
i.         Paman sekandung dari ayah
j.        Panan seayah dari ayah
k.      Anak laki-laki sekandung dari ayah
l.         Anak laki-laki paman seayah dari ayah
2. Ashobah bil ghoiri, ahli waris yang menjadi ashobah karena sebab ahli waris yang lain mereka adalah :
a.       Anak perempuan, jika bersama saudara laki-laki.
b.      Cucu perempuan, jika bersama cucu laki-laki
c.       Saudara perempuan sekandung , jika bersama saudara laki-laki.
d.      Saudara perempuan seayah, jika bersama saudara laki-laki seayah
3. Ashobah Ma’al ghoiri, ahli waris yang menjadi ashobah jika bersama ahli waris yang lain, yaitu :
a.       Saudara perempuan sekandung seorang atau lebih, jika bersama anak atau cucu perempuan.
b.      Saudara perempuan seayah seorang atau lebih, jika bersama anak atau cucu perempuan yang seayah.
Contoh perhitungan waris :
v           Pak Ali meninggal dunia, Ia meninggalkan ahli waris , seorang istri, Ibu, Ayah, satu anak laki-laki, dua anak perempuan dan tiga orang saudara laki-laki. Harta peninggalannya Rp. 12. 400.000,-, hutang sebelum meninggal Rp. 100.000,-, wasiat Rp. 100.000,- dan biaya perawatan jenazah Rp. 200.000,- . Berapa bagian masing-masing?
Jawab :
-         Harta peninggalan Rp. 14.400.000,-
> Kewajiban yang dikeluarkan :
1.      Hutang Rp. 100.000,-
2.      Wasiyat Rp. 100.000,-
3.      Biaya perawatan Rp. 200.000,-
4.      Jumlah Rp. 400.000,-
5.      Harta waris Rp. 14.400 – Rp. 400.000 = Rp. 12.000.000,-
> Ahli waris :
1.      Istri = 1/8
2.      Ibu = 1/6
3.      Ayah = 1/6
4.      Anak Laki-laki = Ashobah binafsih
5.      Anak perempuan = Ashobah bil ghoiri
6.      Saudara laki-laki = mahjub
a.             Istri      1/8       =3/24 x Rp. 12.000.000           =Rp. 1500.000,-
b.            Ayah    1/6       =4/24 x Rp. 12.000.000           =Rp. 2.000.000,-
c.             Ibu       1/6       =4/24 x Rp. 12.000.000           =Rp. 2.000.000,-
jumlah                                                  =Rp. 5.500.000,-

Ø      Sisa      =Rp. 12.000.000 – Rp. 5.500.000,-                            =Rp. 6.500.000,-
§         Anak laki-laki   = 2:1 = 2/3 x 6.500.000,-                     =Rp. 4.333.000,-
§         Anak perempuan          1/3 x 6.500.000                       =Rp. 2.166.000,-

C.                 Hukum Waris Adat dan Hukum Positif
1. Hukum waris adat
Hukum waris adat erat hubungannya dengan sifat dan bentuk kekeluargaan. Di Indonesia terdapat tiga bentuk kekeluargaan yaitu :
a.             Patrilinial, yaitu jalur keturunan ada pihak laki-laki. Oleh karena itu hak waris pun hanya berlaku phak laki-laki saja. Sistem ini berlaku pada masyarakat daerah Batak, Ambon, Irian Jaya dan Bali.
b.            Matrilinial, yaitu jalur keturunan ada pada pihak perempuan atau ibu. Karena itu yang berhak atas waris pun hanya anak perempuan. Sisitem ini berlaku pada masyarakat Minagkabau
c.             Parental, yaitu jalur keturunan ada antara aqyah dan ibu punya peran yang sama. Karena itu warisasan pun laki-laki maupun perempuan memperoleh bagiannya. Sistem ini berlaku sebagian besar masyarakat Indonesia.
2. Hukum waris positif
Di Indonesia ada dua sistem penyelesaian waris, yaitu pertama, menggunakan KUH Perdata, Buku I dari pasal 830 hingga pasal 1130.Kewenangannya ada pada Pengadilan Negeri. Kedua,UU No. 7 th. 1989. Undang-undang ini khususnya berlaku bagi umat Islam dalam menyelesaikan pewarisan. Wewenagnya ada di pihak Pengadilan Agama. Adapun peranan Pengadilan Agama adalah :
a.       Menentukan para ahli waris
b.      Menentukan harta peniggalan
c.       Menentukan bagian masing-masingahli waris
d.      Pelaksana dalam pembagian harta peninggalan tersebut.
Pada dasarnya sebagian pasal Undang-undang No. 7 tahun 1989 , merupakan implementasi dari hukum Islam, misalnya :
a.       Bab III Pasal 176 – 182, tentang ketentuan para ahli waris ( dzawil furud ).
b.      Pasal 173.3 Bab II, terhalangnya hal waris bagi pembunuh untuk menerima harta waris dari yang terbunuh.
Pasal 171 Bab I, Jika orang yang meninggal tidak mempunyai ahli waris, maka harta bendanya masuk ke Baitul Mal dan dipergunakan untuk kepentinga umat Islam.



BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan


Dalam istilah sehari-hari fiqh mawaris disebut dengan hukum warisan yang sebenarnya merupakan terjemahan bebas dari kata fiqh mawaris. Bedanya fiqh mawaris menunjukan identitas hukum waris Islam, sementara hukum warisan mempunyai konotasi umum, biasa mencakup hukum waris adat, atau hukum waris yang diatur dalam KUHP Perdata.
Islam mengatur ketentuan pembagian warisan secara rinci agar tidak terjadi perselisihan antara sesama ahli waris sepeninggal orang yang hartanya diwarisi. Agama Islam menghendaki prinsip adil dan keadilan sebagai salah satu sendi pembinaan masyarakat dapat ditegakan. Ketentuan tersebut tidak dapat berjalan baik dan efektive tanpa ditunjang oleh tenaga-tenaga ahli yang memahami dan melaksanakan ketentuan-ketentuan tersebut dengan baik.
Untuk itu sangat diperlukan adanya orang-orang yang mempelajari dan mengajarkannya kepada masyarakat dan selanjutnya masyarakat dapat merealisasikannya didalam pembagian warisan.

2.     Saran