Kamis, Mei 23, 2013

sosial pendidikan



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dinamika sosial yang terjadi di seluruh masyarakat pada akhirnya menimbulkan kelas sosial, kesadaran sosial dan berujung pada perubahan sosial. Karl Marx memaparkan konsep-konsepnya tersebut dalam hampir semua karya-karyanya. Dalam karya-karyanya Marx tidak mendefinisikan kelas sosial secara eksplisit. Seperti dikutip dalam The Marx-Engels Reader oleh Robert C. Tucker (1972) di awal The Communist Manifesto, Marx mengatakan:
“Sejarah dari semua masyarakat yang ada hingga saat ini adalah sejarah perjuangan kelas. Orang bebas dan budak, bangsawan dan rakyat biasa, tuan dan hamba, pemimpin perusahaan dan orang luntang-lantung, dalam satu kata, penindas dan yang ditindas, selalu bertentangan satu sama lain, yang berlangsung tak putus-putusnya dalam satu pertarungan yang kadang-kadang tersembunyi, kadang-kadang terbuka, suatu pertarungan yang setiap kali berakhir, baik dalam satu rekonstitusi masyarakat pada umumnya secara revolusioner, maupun dalam keruntuhan umumnya dari kelas-kelas yang bercekcok itu”.
Menurut Marx seperti dikutip oleh Smelser (1973: 73-85) kehancuran feodalisme serta lahir dan berkembangnya kapitalisme dan industri modern telah mengakibatkan terpecahnya masyarakat menjadi dua kelas yang saling bermusuhan, yaitu kelas borjuis (bourgeoisie) yang memiliki alat produksi dan kelas proletar (proletariat) yang tidak memiliki alat produksi. Jadi sebenarnya Marx tidak mendefinisikan dan menganalisis secara mendalam mengenai konsep kelas sosial akan tetapi Ia hanya menggambarkan situasi dan kondisi yang terjadi pada masa itu, yang mana pada saat itu masyarakat terpecah menjadi dua kelompok yang berdasarkan kepemilikan dan ketidakpemilikan alat produksi.
Menafsirkan pemikiran Marx, Kamanto Sunarto (2000) berpendapat bahwa dengan semakin berkembangnya industri para pemilik alat produksi semakin banyak menerapkan pembagian kerja dan menggunakan mesin sebagai pengganti buruh sehingga persaingan mendapat pekerjaan di kalangan buruh semakin meningkat dan upah buruh semakin menurun. Eksploitasi dan penindasan terhadap kaum proletar inilah yang mengakibatkan mereka mempunyai kesadaran kelas (class consciousness) dan semakin bersatu melawan kaum borjuis. Kemudian Marx meramalkan bahwa pada suatu saat buruh yang semakin terintegrasi dan melalui suatu perjuangan kelas (class struggle) akan berhasil merebut alat produksi dari kaum borjuis dan kemudian mendirikan suatu masyarakat tanpa kelas (classless society) karena kepemilikan pribadi atas alat produksi telah dihapuskan.
B.     Fokus Pembahasan
1.      Bagaimanakah konsep kelas itu?
2.      Apakah maksud dari kesadaran kalas?
3.      Adakah perubahan sosial setelah adanya kesadaran kelas?
C.     Tujuan Pembahasan
Bertitik tolak dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah:
1.      Untuk mengetahui konsep kelas.
2.      Agar memahami tentang kesadaran kelas.
3.      Untuk mengetahui perubahan sosial yang terjadi.







BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep Kelas
Kelas-kelas sosial muncul menurut Doyle (1986: 146) sangat erat kaitannya dengan konsep Marx mengenai materialisme historis. Di mana kemampuan manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhannya tergantung pada terlibatnya mereka dalam hubungan sosial dengan orang lain untuk mengubah lingkungan materil melalui kegiatan produktifnya.
Menurut Marx, kelas-kelas akan timbul apabila hubungan-hubungan produksi melibatkan suatu pembagian tenaga kerja yang beraneka ragam, yang memungkinkan terjadinya surplus produksi sehingga merupakan pola hubungan memeras terhadap masa para memproduksi. Dengan demikian dapat disimpulkan dari pemikiran Marx bahwa kelas-kelas sosial akan muncul karena faktor ekonomi terutama kepemilikan dan ketiadapemilikan alat produksi dan hubungan-hubungan sosial dalam produksi.
Kutipan dari The Communist Manifesto di pendahuluan dengan jelas menegaskan model dua kelas dalam masyarakat, meskipun Marx tidak selalu konsisten dalam hal ini. Dalam satu bagian dari Das Kapital jilid ketiga, Marx mulai dengan suatu penjelasan yang sistematis mengenai konsep kelas itu, di mana dia mengidentifikasikan tiga kelas utama dalam msasyarakat kapitalis: buruh upahan, kapitalis, dan pemilik tanah. Kelas-kelas ini dibedakan terutama karena perbedaan-perbedaan dalam sumber-sumber pendapatan pokok, yakni upah, keuntungan dan sewa tanah. Tetapi ide bahwa masyarakat-masyarakat kapitalis di masa Marx hidup ada pada proses gerak menuju sistem dua kelas saja, juga dikemukakannya dalam The Communist Manifesto : “Masyarakat sebagai satu keseluruhan menjadi semakin terbagi dalam dua kelompok besar yang saling bermusuhan ke dalam dua kelas yang saling berhadapan secara langsung: Borjuis dan Proletariat”. Untuk lebih jelasnya mengenai dua istilah kelas tersebut akan dijelaskan di bawah ini:
  1. Kelas Borjuis (Bourgeoisie)
“The Bourgeoisie is the particular name for the capitalist in the modern economy. They own the means of production and employ wage labor...” (Ritzer & Goodman)
Istilah Borjuis (Bourgeoisie) lebih sering dan lebih praktisnya diartikan sebagai kelas yang memiliki alat produksi. Dalam masyarakat kapitalis, kelas yang paling dominan adalah kelas borjuis. Kelas borjuis dikutip dalam Doyle (1986: 148) dapat dibagi lagi ke dalam borjuis yang dominan dan borjuis kecil. 1). Borjuis yang dominan terdiri dari kapitalis-kapitalis besar dengan perusahaan raksasa yang mempekerjakan banyak buruh. Di antara kapitalis-kapitalis yang dominan, juga dapat dibedakan antara kapitalis uang dan kapitalis industri (David McCellan, “karl Marx”, 1975: 44); 2). Borjuis kecil dapat terdiri dari pengusaha-pengusaha toko, pengrajin-pengrajin kecil, dan semacamnya, yang kegiatan operasinya jauh lebih kecil.
  1. Kelas Proletar (Proletariat)
“Proletariat are workers who sell their labor and who do not own their oen means of production. They do not own their own tools or their factories, but Marx (1867/1967: 714-15) further believed that the proletariat would even lose their own skills as they increasingly just serviced the machines which had the workers’ skillsn built into them. Because the proletariat produce only for exchange, they are also consumers...” (Ritzer & Goodman)
Proletariat merupakan ‘suatu kelas yang memiliki mata rantai yang radikal’; proletariat merupakan suatu lingkungan masyarakat yang mempunyai suatu sifat universal, karena penderitaan universalnya, yang tidak  menuntut satu hak khususpun karena ketidak ada kesalahan khusus –namun malah kesalahan tanpa syarat– yang dibebeankan kepadanya. Proletariat melokalisasi diri di dalam dirinya sendiri semua keburukan yang paling dahsyat dalam masyarakat. Proletariat hidup dalam kondisi kemiskinan alamiah yang diakibatkan oleh kekurangan sumber-sumber daya, akan tetapi merupakan hasil ‘buatan’ organisasi kontemporer dari produksi industri. Sebab proletariat merupakan penerima dari ketidakrasionalan dalam masyarakat yang terkonsentrasi, akibatnya ialah emansipasi proletariat pada saat yang sama juga merupakan emansipasi masyarakat dalam keseluruhannya. Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa proletariat itu merupakan kelas yang masyarakatnya tidak memiliki alat produksi yang tertindas sehingga Ia hanya bisa menjadi buruh bagi kaum pemilik modal atau alat produksi.
Dalam masyarakat kapitalis masih terdapat kategori proletar selain buruh proletar yang tingkat upahnya di bawah buruh proletar yaitu kategori dropout dan ne’er-do-well’s yang Marx istilahkan sebagai Lumpenproletariat (proletariat yang tidak laku); kategori ini mencakup “pencuri, penjahat dari segala jenis, yang hidup dari remah-remah masyarakat, pedagang tak menentu, gelandangan, tunawisma.
Sebenarnya Marx tidak hanya terpaku kepada model dua kelas ataupun tiga kelas saja, tetapi Marx berpandangan tentang struktur sosial yang terus menerus mengalami perubahan dan variasi dalam periode sejarah yang berbeda-beda mengakibatkan munculnya model-model kelas baru terutama di kelas sekunder atau menengah. Seperti analisis Marx dalam karyanya Class Struggle In France yang dikutip oleh Lefebvre (121) di situ Marx mengelompokkan masyarakat ke dalam tujuh kelas yang berbeda-beda yaitu: “Borjuis pemodal, Borjuis Industri, Pedagang, Borjuis Kecil, Petani, Kaum Proletar, Proletar yang tidak laku.
B.     Kesadaran Kelas
Setelah terbentuknya kelas-kelas pada masyarakat kapitalis, maka akan muncul kesadaran kelas mengenai kepentingan kelas-kelas mereka. Yang dimaksud kesadaran kelas itu sendiri menurut Marx ialah satu kesadaran subyektif akan kepentingan kelas obyektif yang mereka miliki bersama orang-orang lain dalam posisi yang serupa dalam sistem produksi. Bisa juga diartikan sebagai kesadaran seseorang akan kedudukannya dalam susunan tinggi-rendah di dalam masyarakat. Konsep kepentingan mengacu pada sumber-sumber materil  yang aktual yang diperlukan  untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan individu. Jadi Doyle memberikan contoh, kepentingan kelas kapitalis terletak pada keuntungan yang semakin meningkat, sedangkan kepentingan kelas proletar secara sempit meliputi kenaikan upah, sedangkan secara luas meliputi penguasaan terhadap  proses produksi yang lebih luas.
Menurut Marx seperti yang dilansir oleh Giddens (1986) bahwa kesadaran itu berakar pada praxis manusia, yang pada gilirannya bersifat sosial. Inilah pengertian dari yang dikatakan, bahwa ‘bukan kesadaran yang menentukan eksistensi orang, tetapi sebaliknya, kehidupan sosial merekalah yang menentukan kesadaran mereka.
Pengaruh ideologi sangat berhubungan dengan kesadaran kelas, karena pengaruh ideologi dapat mengakibatkan kurangnya kesadaran penuh akan kepentingan-kepentingan kelasnya sendiri. Selain mengakibatkan kurangnya kesadaran penuh terhadap kepentingan-kepentingan kelasnya, penerimaan ideologi yang dikembangkan untuk mendukung kelas yang dominan dan struktur yang telah ada juga akan menimbulkan kesadaran palsu.
Munculnya kesadaran palsu akibat pengaruh ideologi yang dikembangkan untuk mendukung kelas yang dominan dan struktur yang telah ada menurut Marx dapat digantikan dengan kesadaran kelas yang benar dengan cara kesengsaraan yang diderita bersama-sama. Marx memusatkan munculnya kesadaran kelas yang benar dengan analisisnya pada perkembangan yang terjadi di dalam kelas proletar di daerah-daerah industri di kota. Alasannya adalah karena mereka bekerja bersama-sama di suatu pabrik dalam kondisi yang kurang manusiawi dan hidup berdampingan satu sama lain (antar buruh satu pabrik) sebagai tetangga di satu kota juga, kaum proletar menjadi sadar  akan penderitaan bersama dan kemelaratan ekonominya. Singkatnya, terpusatnya mereka pada satu tempat memungkinkan terbentuknya jaringan komunikasi dan menghasilkan kesadaran bersama.
  1. Perubahan Sosial
Kesadaran kelas yang diperoleh oleh kaum proletar pada akhirnya akan membentuk jaringan komunikasi untuk menjelaskan kepentingan bersama kaum proletar. Jaringan komunikasi ini pada akhirnya menurut Doyle dapat membentuk suatu organisasi yang bisa berbentuk  serikat-serikat buruh atau serikat-serikat kerja lainnya yang tujuan kepentingannya untuk mendesak upah yang lebih tinggi, perbaikan kondisi kerja dan sebagainya. Namun akhirnya, organisasi kelas buruh itu akan menjadi cukup kuat untuk menghancurkan seluruh struktur sosial kapitalis dan menggantikan dengan struktur sosial yang akan menghargai kebutuhan dan kepentingan umat manusia seluruhnya. Bersamaan dengan proses organisasi politik ini dikembangkan juga satu ideologi yang mengungkapkan kepentingan kelas buruh yang sesungguhnya dan memberikan suatu penjelasan mengenai peranan sejarahnya dalam mengubah struktur sosial. Tetapi ingatlah, bahwa perjuangan ideologis antara titik pandang revolusioner dan konservatif hanya merupakan suatu cerminan dari perjuangan riil yang sedang berlangsung.
Sebenarnya cara Marx menganalisis suatu perubahan sosial pada masyarakat adalah dengan menggunakan analisa dialektika cara analisa dialektika seperti dikutip dari Doyle, merupakan inti model bagaimana konflik kelas mengakibatkan perubahan sosial. Umumnya analisa dialektika meliputi suatu pandangan tentang masyarakat yang terdiri dari kekuatan-kekuatan yang berlawanan yang sewaktu-waktu menjadi seimbang. Analisa dialektik peka terhadap kontradiksi internal dalam masyarakat, memecahkan kontradiksi dengan analisa dialektik itu mempercepat tahap baru dalam sejarah masyarakat... Namun gerak sejarah yang bersifat dialektik itu tidak terlepas dari kemauan atau usaha manusia (praxis). Marx tidak pernah mengemukakan suatu pandangan sejarah di mana individu manusia hanya bersikap pasif belaka. Menurut Marx manusialah yang menciptakan sejarahnya sendiri, meskipun kegiatan kreatifnya ditentukan dan terikat materil dan sosial yang ada. Meskipun manusia bisa membuat sejarahnya sendiri, Ia tidak dapat membuat semaunya sendiri.
Meskipun pendekatan teoritis Marx keseluruhannya dapat diterapkan pada tahap sejarah apapun (seperti peristiwa perjuangan revolusioner kaum borjuis melawan sistem sosial tradisional yang didominasi kelompok Aristokrat. Dalam perjuangan melawan sistem feodal kuno, kelas borjuis memperlihatkan proses umum yang sama yang berhubungan dengan peningkatan komunikasi, bertambahnya kesadaran kelas, organisasi politik,, dan perkembangan suatu ideologi pendukung), akan tetapi perhatian utamanya adalah pada tahap masyarakat kapitalis – sejak berkembangnya masyarakat kapitalis pada akhir masa feodal, ketegangan-ketegangan dan kontradiksi-kontradiksi internalnya, dan akhirnya bubar dan berubah menjadi masyarakat komunis yang akan datang melalui kegiatan revolusioner kelas proletar.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan di atas, maka dapat kami simpulkan pengertian dari kesadaran kelas itu sendiri adalah kesadaran seseorang akan kedudukannya dalam susunan tinggi-rendah di dalam masyarakat. Dan kesadaran kelas muncul ketika kelas proletar terpusat pada satu, karena dengan cara itu mereka akan sadar akan penderitaan bersama dan kemelaratan ekonomi yang mereka alami.
perubahan sosial dapat dilakukan dengan perjuangan kelas dalam konteks ini adalah proletar, yang perjuangan kelas tersebut dilakukan dengan cara revolusi baik dengan menggunakan kekerasan maupun dengan damai. Sehingga revolusi tersebut dapat menghasilkan sesuai apa yang diramalkan marx yaitu masyarakat ideal yang tanpa kelas yang istilah populernya komunisme atau masyarakat komunis.

B.     Saran
Demikian makalah ini kami sampaikan. Kami sadar bahwasanya makalah ini jauh dari kesempurnaan maka dari itu penulis menerima kritik dan saran untuk kesempurnaan makalah ini.




Daftar Pustaka
Budi Hardiman, F. 2007. Filsafat Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Elster, John. terj. 2000. Karl Marx. Marxisme – Analisis Kritis. Jakarta: Penerbit Prestasi Pustakaraya.
Fuellenbach, John. 1989. Hermeneutics Marxism and Liberation Theology. Manila: Divine Word Publication.
Hamersma, Harry. 1986. Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Magnis-Suseno, Franz.  1994. Etika Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
----- 1999. Pemikiran Karl Marx.  Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ramly, Andi Muawiyah2000. Peta Pemikiran Karl Marx. Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis. Yogyakarta: LkiS.

Quantum Teacheng Learning



BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Pada tahap awal perkembangannya, pembelajaran quantum dimaksudkan untuk membantu meningkatakan keberhasilan hidup dan karier para remaja di rumah ; tidak di maksudkan sebagai metode dan strategi pembelajaran untuk mencapai keberhasilan lebih tinggi di sekolah. Hal ini menunjukan bahwa sebenarnya pembelajaran quantum merupakan falsafah dan metodologi pembelajaran yang bersifat umum, tidak secara khusus diperuntukan bagi pembelajaran di sekolah.
  1. Rumusan Masalah
Sejalan dengan itu, makalah ini mencoba memaparkan ihwal pembelajaran quantum secara relatif utuh dan lengkap agar kita dapat mengenalinya lebih baik dan mampu menempatkannya secara proporsional di antara pelbagai falsafah dan metodologi pembelajaran lainnya yang sekarang juga berkembang dan populer di Indonesia. Secara berturut-turut, tulisan ini memaparkan:
  1. Sejarah pembelajaran quantum
  2. Pengertian Quantum Learning
  3. Metode Quantum Learning
  4. Arti Quantum Teaching
  5. Prinsip-Prinsip Quantum Teaching
  6. Model Quantum Teaching 
  7. Sintaks Pembelajaran Quantum Teaching
  8. Perbedaan Quantum Teaching dan Quantum Learning


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah Pembelajaran Quantum
Tokoh utama di balik pembelajaran kuantum adalah Bobbi DePorter, seorang ibu rumah tangga yang kemudian terjun di bidang bisnis properti dan keuangan, dan setelah semua bisnisnya bangkrut akhirnya menggeluti bidang pembelajaran. Dialah perintis, pencetus, dan pengembang utama pembelajaran kuantum. Semenjak tahun 1982 DePorter mematangkan dan mengembangkan gagasan pembelajaran kuantum di SuperCamp, sebuah lembaga pembelajaran yang terletak Kirkwood Meadows, Negara Bagian California, Amerika Serikat. SuperCamp sendiri didirikan atau dilahirkan oleh Learning Forum, sebuah perusahahan yang memusatkan perhatian pada hal-ihwal pembelajaran guna pengembanga potensi diri manusia. Dengan dibantu oleh teman-temannya, terutama Eric Jansen, Greg Simmons, Mike Hernacki, Mark Reardon, dan Sarah Singer-Nourie, DePorter secara terprogram dan terencana mengujicobakan gagasan-gagasan pembelajaran kuantum kepada para remaja di SuperCamp selama tahun-tahun awal dasawarsa 1980-an. Dia belajar dari Dr. Georgi Lozanov, seorang pendidik berkebangsaan bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang disebutnya sebagai “Suggestology” atau “Suggestopedia “.prinsipnya adalah bahwa Sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail apapun dapat memberikan sugesti positif ataupun negatif. Istilah lain dari suggestology adalah accelerated learning ( pemercepatan belajar). Demikianlah, metode pembelajaran kuantum merambah berbagai tempat dan bidang kegiatan manusia, mulai lingkungan pengasuhan di rumah (parenting), lingkungan bisnis, lingkungan perusahaan, sampai dengan lingkungan kelas (sekolah). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya pembelajaran kuantum merupakan falsafah dan metodologi pembelajaran yang bersifat umum, tidak secara khusus diperuntukkan bagi pengajaran di sekolah.judul pada makalah ini “ model dan strategi pembelajaran quantum learning”.

  1. Pengertian Quantum Learning
Quantum learning adalah seperangkat metode dan falsafah belajar yang terbukti efektif untuk semua umur. Quantum learning berakar dari upaya Dr. georgi Lozanov, seoran pendidik berkebangsaan Bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang disebutkan sebagai “suggestology” . prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail apa pun memberikan sugesti positif ataupun negatif.
Beberapa teknik yang digunakannya untuk memeberikan sugesti positif adalah mendudukkan murid secara nyaman, memasang music latar di dalam kelas, meningkatkan partisipasi individu, menggunakan poster-poster untuk memberi kesan besar sambil menonjolkan informasi, dan menyediakan guru-guru yang terlatik baik dalam seni mengajaran sugestif.
Quantum learning mencakup aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Program ini meneliti hubungan antara bahasa dan perilaku dan dapat digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian antara siswa dan guru. Para pendidik dengna pengetahuan NLP mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan tindakan-tindakan positif, factor penting untk merangsang fungsi otak yang paling efektif. Semua ini dapat pula menunjukkan dan menciptakan gaya belajar terbaik dari setiap orang, dan menciptakan “pegangan” dari saat-saat keberhasilan yang menyakinkan. Jadi, quantum learning sebagai “interaksi-interaksi yang mengubah energy menjadi cahaya”

  1. Metode Quantum Learning
Metode yang diterapkan dalam quantum learning antara lain:
a. Menata Pentas: Lingkungan Belajar yang Tepat
Ciptakan lingkuangan yang optimal, baik secara fisik maupun mental. Bagi quantum, factor-faktor lingkunagn sama dengan penataan yang dilakukan oelah kru panggung. Cara menata perabotan, music yang dipasang, penataan cahaya, dan lain-lain. Jika ditata dengan baik, lingkungan belajar dapat menjadi sarana yang bernilai dalam membangun dan mempertahankan sikap positif. Dengan mengatur lingkungan belajar, hal itu merupakan langkah pertama yang efektif untuk mengatru pengalaman belajar secara keseluruhan.
Untuk menata atau mengatur lingkungan belajar yang ideal, antara lain:
  1. Lingkungan mikro: tempat untuk bekerja atau berkreasi. Dalam hal ini, Anda akan belajar tentang cara menerima, menyerap, dan mengolah informasi yaitu gaya belajar setiap orang. Hal lain dari gaya belajar ini adalah bagaimana cahaya, music, dan desain ruangan mempengaruhi proses belajar. Tujuannya adalah untuk menciptakan suasana yang menimbulkan kenyamanan dan rasa santai karena dalam keadaan santai inilah settaipa orang dapat berkonsentrasi dengan sangat baik dan mampu belajar dengan sangat mudah.
  2. Iringan music: kunci menuju quantum learning. Alasan kenapa music sangat penting untuk lingkungan Quantum Learning adalah karena music sebenarnya berhubungan dan mempengaruhi kondisi fisiologis seseorang.
  3. Ikuti tanda-tanda positif: “Pemacu Semangat”, sertifikat dan pengahragaan yang telah diterima, dukungan “Saat Puncak”, catatan, hadiah, kartu penghargaan diri, dll. Kalimat-kalimat positif yang tergantung di dinding menjadi pengingat abadi akan potensi dna kelebihan Anda. Contoh: “Apa pun yang dapt Anda lakukan atau ingin Anda lakukan, mulailah. Keberanian memiliki kecerdasa, kekuatan, dan keajaiban di dalamnya.”
  4. Lingkunagn makro: dunia yang luas. Maksudnya, ketika kita telah memiliki lingkungan belajar yang nyaman, maka kita telah memiliki lingkar yang kuat dalam memperluas zona belajar menuju lingkungan makro/dunia luar.
b. Memupuk sikap juara: apa yang akan Anda lakukan jika Anda tahu Anda tak mungkin gagal?
Berpikir seperti seorang juara membuat Anda menjadi juara. Itulah pentingnya mengetahuai bagaimana memupuk sikap juara. Sikap positf seperti itulah yang merupakan aset terpenting dalam proses belajar. Pastikan untuk mempunyai sikap posifit, dan segalanya akan segera berubah.
c. Menemukan gaya belajar
Cara belajar Anda adalah kombinasi dari bagaimana Anda menyerap,lalu mengatur, dan mengolah informasi.
d. Teknik mencatat
Kiat-kiat membuat catatan:
  1. Mendengarkan dengan seksama/aktif
  2. Memperhatikan secara aktif
  3. Partisipasi
  4. Tinjauan awal
  5. Membuat yang auditorial menjadi visual
  6. Membuat pengulangan itu mudah
Menggunakan peta pikiran juga bisa digunakan dalam teknik mencatat. Manfaat yang dari peta pikiran ini adalah:
  1. Fleksibel
  2. Dapat memusatkan perhatian
  3. Meningkatkan pemahaman
  4. Menyenangkan
  1. Arti Quantum Teaching
Menurut De porter. B (2004), kata quantum berarti interaksi antara paket-paket energi dalam energi foton yang terquantisasi, sedangkan quantum teaching dalam pembelajaran merupakan interaksi yang terjadi di dalam kelas antara siswa dengan lingkungan belajar yang efektif. Dalam quantum teaching bersandar pada konsep ‘bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka’. Hal ini menunjukkan, betapa pengajaran dengan quantum teaching tidak hanya menawarkan materi yang mesti dipelajari siswa. Tetapi jauh dari itu, siswa juga diajarkan bagaimana menciptakan hubungan emosional yang baik dalam dan ketika belajar.
Dengan quantum teaching kita dapat mengajar dengan memfungsikan kedua belahan otak kiri dan otak kanan pada fungsinya masing-masing. Otak kiri menangani angka, susunan, logika, organisasi, dan pemikiran rasional dengan pertimbangan  yang deduktif dan analitis. sedangkan otak kanan mengurusi masalah pemikiran yang abstrak dengan penuh imajinasi. Misalnya warna, ritme, musik, dan proses pemikiran lain yang memerlukan kreativitas, orisinil, daya cipta dan bakat artistik (De porter. B, 2004).
  1. Prinsip-Prinsip Quantum Teaching
Menurut De porter. B (2004), prinsip-prinsip quantum teaching adalah struktur chort dasar dari simfoni. Prinsip-prinsip tersebut adalah: 
·         Segalanya berbicara; 
  • Segalanya bertujuan; 
  • Pengalaman sebelum pemberian nama; 
  • Akui setiap usaha; dan  
  • Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan. 
Dengan demikian, segalanya berbicara seperti  yang ada dari lingkungan kelas dan bahasa tubuh, serta rancangan pembelajaran, semuanya mengirim pesan tentang belajar. Sedangkan segalanya bertujuan dapat digambarkan melalui segala sesuatu yang terjadi dalam proses belajar mengajar memiliki tujuan tertentu. Oleh karena itu, proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk yang mereka pelajari.
Belajar pada hakikatnya mengandung konsekuensi ketika peserta didik mulai melangkah untuk belajar yang bagaimanapun untuk setiap usaha dan pekerjaan untuk belajar yang dilakukan selalu dianggap perlu dan akan berpengaruh terhadap hasil pekerjaan yang lebih baik, maka pengakuan dari setiap usaha akan berperan menciptakan perasaan nyaman dan percaya diri, serta dapat menciptakan lingkungan paling baik untuk membantu mengubah diri menuju arah yang diinginkan. Pengakuan tersebut akan lebih lengkap dengan dibuktikan melalui sebuah perayaan sebab perayaan merupakan ungkapan kegembiraan atas keberhasilan yang diperoleh dan juga dengan perayaan akan memberikan umpan balik mengenai kemajuaan dan akan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar (De porter B, 2003).
  1. Model Quantum Teaching 
Menurut De porter, B (2004), quantum teaching mempunyai dua bagian penting yaitu dalam seksi konteks dan dalam seksi isi. Dalam seksi konteks, akan menemukan semua bagian yang dibutuhkan untuk mengubah: suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis. Sedangkan dalam seksi isi, akan menemukan keterampailan penyampaian untuk kurikulum apapun, disamping strategi yang dibutuhkan siswa untuk bertanggung jawab atas apa yang mereka pelajari: penyanjian yang prima, fasilitas yang luwes, keterampilan belajar untuk belajar, dan keterampilan hidup.
  1. Sintaks Pembelajaran Quantum Teaching
Sintaks pembelajaran quantum teaching adalah tumbuhkan, alami, namai, demostrasikan, ulangi dan rayakan (TANDUR). Adapun maksudnya adalah:
1.      Menumbuhkan minat dengan memuaskan “apakah manfaatnya bagiku (pelajar)” dan memanfaatkan kehidupan pelajar; 
  1. Menciptakan atau mendatangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti oleh semua pelajar; 
  2. Menamai kegiatan yang akan dilakukan selama proses belajar mengajar dengan menyediakan kata kunci, konser, model, rumus, strategi, sebuah “masukan”; 
  3. Menyediakan kesempatan bagi pelajar untuk menunjukkan (mendemonstrasikan) bahwa mereka tahu;
  4. Menunjuk beberapa pelajar untuk mengulangi materi dan menegaskan “aku tahu bahwa aku memang tahu ini”; 
  5. Merayakan atas keberhasilan yang sudah dilakukan oleh pelajar sebagai pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan (De porter B, 2003).
  1. Perbedaan Quantum Teaching dan Quantum Learning
Quantum Teaching dan Quantum Learning merupakan model pembelajaran yang sama-sama dikemas Bobbi DePorter yang diilhami dari konsep kepramukaan, sugestopedia, dan belajar melalui berbuat. Quantum Teaching diarahkan untuk proses pembelajaran guru saat berada di kelas, berhadapan dengan siswa, merencanakan pembelajaran, dan mengevaluasinya. Pola Quantum Teaching terangkum dalam konsep TANDUR, yakni Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan. Sementara itu, Quantum Learning merupakan konsep untuk pembelajar agar dapat menyerap fakta, konsep, prosedur, dan prinsip sebuah ilmu dengan cara cepat, menyenangkan, dan berkesan. Jadi, Quantum Teaching diperuntukkan guru dan Quantum Learning diperuntukkan siswa atau masyarakat umum sebagai pembelajar. Sebagai guru, Ibu tentunya perlu mendalami keduanya agar bisa menyerap konsep secara utuh dan terintegrasi.
Dalam Quantum Teaching, guru sangat diharapkan sebagai aktor yang mampu memainkan berbagai gaya belajar anak, mengorkestrakan kelas, menghipnotis kelas dengan daya tarik, dan menguatkan konsep ke dalam diri anak. Prinsipnya, bawalah dunia guru ke dunia siswa dan ajaklah siswa ke dunia guru. Dalam Quantum Teaching, tidak ada siswa yang bodoh, yang ada adalah siswa yang belum berkembang karena titik sentuhnya belum cocok dengan titik sentuh yang diberikan guru. Berarti, guru perlu penyesuaian sesuai dengan kondisi siswa dengan berpedoman pada segalanya bertujuan, segalanya berbicara, mengalami sebelum pemberian nama, akui setiap usaha, dan rayakan.
Quantum Learning merupakan strategi belajar yang bisa digunakan oleh siapa saja selain sisiwa dan guru karena memberikan gambaran untuk mendalami apa saja dengan cara mantap dan berkesan. Caranya, seorang pembelajar harus mengetahui terlebih dahulu gaya belajar, gaya berpikir, dan situasi dirinya. Dengan begitu, pembelajar akan dengan cepat mendalami sesuatu. Banyak orang yang telah merasakan hasilnya setelah mengkaji sesuatu dengan cara Quantum Learning. Segalanya dapat dengan mudah, cepat, dan mantap dikaji dan didalami dengan suasana yang menyenangkanTeaching dan Learning merupakan model pembelajaran yang sama-sama dikemas Bobbi DePorter yang diilhami dari konsep kepramukaan, sugestopedia, dan belajar melalui berbuat.
1) Teaching diarahkan untuk proses pembelajaran guru saat berada di kelas, berhadapan dengan siswa, merencanakan pembelajaran, dan mengevaluasinya. Pola Teaching terangkum dalam konsep TANDUR, yakni Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan.
2) Learning merupakan konsep untuk pembelajar agar dapat menyerap fakta, konsep, prosedur, dan prinsip sebuah ilmu dengan cara cepat, menyenangkan, dan berkesan.Pola Teaching terangkum dalam konsep AMBAK yakni Apa Manfaatnya Bagiku
Jadi, Teaching diperuntukkan guru dan Learning diperuntukkan siswa atau masyarakat umum sebagai pembelajar


BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran kuantum merupakan sebuah falsafah dan metodologi pembelajaran yang umum yang dapat diterapkan baik di dalam lingkungan bisnis, lingkungan rumah, lingkungan perusahanan, maupun di dalam lingkungan sekolah (pengajaran). Secara konseptual, falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum membawa angin segar bagi dunia pembelajaran di Indonesia sebab karakteristik, prinsip-prinsip, dan pandangan-pandangannya jauh lebih menyegarkan daripada falsafah dan metodologi pembelajaran yang sudah ada (yang dominan watak behavioristis dan rasionalisme Cartesiannya). Meskipun demikian, secara nyata, keterandalan dan kebaikan falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum ini masih perlu diuji dan dikaji lebih lanjut. Lebih-lebih kemungkinan penerapannya dalam lingkungan Indonesia baik lingkungan rumah, lingkungan perusahaan, lingkungan bisnis maupun lingkungan kelas/sekolah (baca: pengajaran). Khusus penerapannya di lingkungan kelas menuntut perubahan pola berpikir para pelaksana pengajaran, budaya pengajaran dan pendidikan, dan struktur organisasi sekolah dan struktur pembelajaran. Jika perubahan-perubahan tersebut dapat dilakukan niscaya pembelajaran kuantum dapat dilaksanakan dengan hasil yang optimal.
  1. Saran-saran
Demikian makalah ini penulis sampaikan. Penulis sadar bahwasanya makalah ini jauh dari kesempurnaan maka dari itu penulis menerima kritik dan saran untuk kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
De Porter, Bobbi. 2009. Quantum Learning. Bandung: KAIFA LEARNING
DePorter, Bobbi and Mike Hernacki, Quantum Learning, New York: Dell Publishing, 2001
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2323061-quantum-learning/
Sumber: Fajar Utama’s Blog